Sunday 28 June 2015
On 21:45 by Dr. SUKRIS SUTIYATNO, MM., M.Hum No comments
PERAN
KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH MENENGAH
KEJURUAN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN
Sukris Sutiyatno
STMIK Bina Patria Magelang
ABSTRACT
The principal
has important roles such as educator,
manager, administrator, supervisor, leader, innovator and motivator. The role
of principal in instructional leadership doesn’t get a serious attention yet,
although it is very important because the core of education is instructional.
The principal who focuses on the instructional leadership can improve and
increase the achievement of the students. The instructional leadership is very
eligible to be implemented in educational process.
Key words: Instructional
leadership, principal, the achievement
PENDAHULUAN
Salah satu faktor utama yang
menentukan keberhasilan pembangunan adalah tersediannya sumber daya manusia
(SDM) yang berkualitas, yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk
pengembangan industri dan sector-sektor ekonomi lainnya. Pertumbuhan penduduk
usia kerja (angkatan kerja) yang terus meningkat tanpa diiringi peningkatan
kompetensi dan keterampilan hanya akan menambah beban yang harus dipikul
bersama oleh masyarakat, dunia usaha dan
pemerintah. Sebaliknya, angkatan kerja yang memiliki kompetensi
merupakan asset (human capital) yang dibutuhkan untuk pembangunan berbagai
sector perekonomian (Direktorat PSMK, 2006:1).
Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) memiliki peran dan posisi yang strategis dalam system pendidikan nasional
di Indonesia. Paling tidak ada dua alasan yang menempatkan SMK pada posisi
tersebut. Pertama, SMK telah menjadi salah satu tempat untuk mencerdaskan dan
pemenuhan hak-hak pendidikan bagi banyak warga negara. Pada tahun 2009 tercatat
ada 3.678.652 siswa yang terdaftar di Sekolah Menengah Kejuruan. Jumlah
tersebut tersebar di 7.719 SMK di seluruh Indonesia. Kedua, SMK telah memberi
kontribusi penting bagi perekonomian Indonesia melalui perannya dalam
menyediakan tenaga kerja terampil bagi dunia usaha dan dunia industry.
(Direktorat PSMK, 2005:1)
Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) merupakan bagian integral dari sektor-sektor ekonomi yang ikut mendorong
pertumbuhan ekonomi nasional perlu terus dikembangkan kualitas dan
kuantitasnya. Kualitas SMK akan merefleksikan kualitas tenaga kerja Indonesia
yang perlu dibangun untuk meningkatkan keunggulan kompetitif sumber daya
manusia Indonesia. Dengan demikian SMK memainkan peran penting dalam menekan
angka pengangguran di Indonesia yang sampai saat ini masih mencapai sekitar 9
juta. Untuk itu SMK perlu terus mengaktualkan kemampuan sunber daya manusia dan
peralatannya agar selaras dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia (Renstra
Direktorat PSMK 2005-2009).
Supaya SMK mampu berperan dan
berfungsi dengan baik, SMK harus dipimpin oleh pemimpin yang berkualitas
unggul, memiliki wawasan luas dan berkemampuan tinggi untuk melaksanakan dan
mengembangkan berbagai program dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan
oleh sekolah. Kepala sekolah yang berkualitas unggul dan professional
diharapkan mampu memanfaatkan semua sumberdaya yang ada di sekolah maupun yang
ada di luar sekolah sebagai upaya dalam memberdayakan atau memfasilitasi guru
mencapai tujuan sekolah, guna menghasilkan lulusan yang bermutu sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan lapangan kerja. Kualitas lulusan tentu tidak bisa dilepaskan
dari proses pembelajaran.
Kepemimpinan meerupakan salah
satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah. Banyak model
kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam dunia pendidikan, namun demikian model
kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership) sangat penting untuk
diterapkan karena misi utama sekolah adalah mendidik siswa untuk memperoleh
pengetahuan dan keterampilan untuk mempersiapkan masa depan mereka yang semakin
berat tantangannya. Misi inilah yang menuntut sekolah untuk lebih memfokuskan
pada pembelajaran.
Pada sisi yang lain masih
banyak kepala sekolah yang kurang memberi perhatian secara penuh terhadap
pentingnya pembelajaran seperti yang dikatakan oleh Surya Dharma (2010)
“Persoalannya sekarang, para kepala sekolah di Indonesia lebih disibukkan
dengan urusan adminstrasi dan keuangan. Sibuk mengurusi dana BOS dan anggaran
sekolah. Tidak fokus pada pembelajaran. Berbeda dari kapala sekolah di Negara
maju, mereka sibuk dengan urusan partisipasi pembelajaran secara khusus”. Oleh
karena itu, para kepala sekolah harus benar-benar memfokuskan perannya lebih
besar pada peningkatan kualitas pembelajaran dari pada urusan-urusan lain.
While it
is generally held that the principal is both manager-administrator and
instructional leader in many countries, principals tend to be more
manager-administrator oriented while that of instructional leader is most
delegated to the assistant principal. Jadi, yang sering dilakukan
baik kepala sekolah sebagai manajer adminstrasi dan kepemimpinan pengajaran di
beberapa Negara, kepala sekolah cenderung lebih berorientasi sebagai manajer
administrasi sementara kepemimpinan pengajaran sering didelegasikan kepada
pembantu/wakil kepala sekolah. (http://peplelearn.homestead.com/principainstructleader.htm)
Sehubungan dengan
kepemimpinan pembelajaran di sekolah, banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa
kepala sekolah yang memfokuskan kepemimpinan pembelajaran menghasilkan prestasi
belajar yang lebih baik daripada kepala sekolah yang kurang memfokuskan pada
kepemimpinan pembelajaran. Ironisnya, kebanyakan sekolah tidak menerapkan model
kepemimpinan pembelajaran. Hasil penelitian Stronge (1988) menunjukkan bahwa
dari seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kepala sekolah, hanya 10
persen yang dialokasikan untuk kepemimpinan pembelajaran. Sampai sekarangpun
masih banyak kepala sekolah yang masih menyeimbangkan perannya sebagai manager, administrator, supervisor, dan
instructional leader (kepemimpinan pembelajaran). Adapun alas an yang
dikemukakan antara lain kurangnya waktu untuk melaksanakan kepemimpinan
pembelajaran, banyakanya kegiatan administrative yang harus dilaksanakan, dan
adanya harapan dari masyarakat bahwa peran kepala sekolah utamanya adalah
seorang manager (Flath, 1989; Fullan, 1991) dalam (Direktorat PMPTK, 2010:1).
Jadi, pembelajaran harus
menjadi fokus perhatian kepala sekolah dalam perannya sebagai pemimpin sekolah
karena misi utama sekolah adalah mendidik semua siswa dan memberikan kesempatan
kepada mereka untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan nilai yang
diperlukan untuk menjadi orang dewasa yang sukses dalam menghadapi masa depan
yang penuh tantangan. Misi inilah yang kemudian menuntut kepala sekolah untuk
memfokuskan pada pembelajaran (learning-focused
schools), yang komponen-komponennya
meliputi kurikulum, proses belajar mengajar, dan penilaian hasil
belajar. Di samping itu untuk meningkatkan kualitas hasil pembelajaran maka
kepala sekolah diharapkan dapat membangun learning
community (komunitas pembelajar), learning
culture (kultur pembelajaran) dan learning
school (sekolah belajar) (Direktorat PMPTK, 2010:9).
Kepemimpinan pembelajaran
sangat penting untuk diterapkan di sekolah dan diharapkan dapat meningkatkan
kualitas guru, sehingga dapat melaksnakan tugas mengajar dengan baik dan
diharapkan akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar siswa dan pada akhirnya dapat meningkatkan
kualitas lulusannya. Oleh karena itu kepemimpinan pembelajaran harus menjadi
prioritas utama dan kepala sekolah memberikan alokasi waktu yang lebih banyak
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, namun demikian masih banyak kepala sekolah
yang kurang memperhatikan pentingnya kepemimpinan pembelajaran. Kepala sekolah
lebih banyak melakukan aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan administrative, kegiatan seremonial, dan
kegiatan-kegiatan lain yang non akademis sehingga waktu untuk melakukan
perbaikan/pembaruan kurikulum, proses belajar mengajar, dan evaluasi hasil
belajar kurang mendapatkan perhatian. Seharusnya, The instructional leader makes instructional quality the top priority
of the school and attempts to bring that vision to realization (Flath,B.,
1989:19-22). Jadi, pemimpin pengajaran menjadikan kualitas pengajaran pada
prioritas teratas di sekolah dan mencoba merealisasikan visi menjadi kenyataan.
KEPEMIMPINAN
PENDIDIKAN
Dalam rangka memenuhi
tuntutan pngembangan sekolah menengah kejuruan (SMK), maka sekolah harus
dipimpin oleh pemimpin yang berkualitas unggul, memiliki wawasan luas dan
berkemampuan tinggi untuk melaksanakan dan mengembangkan berbagai program dan
kegiatan kependidikan baik yang diselenggarakan di sekolah maupun di luar
sekolah. Kepala sekolah yang berkualitas unggul dan professional diharapkan
mampu memenfaatkan semua sumberdaya yang ada di sekolah maupun yang ada di luar
sekolah sebagai upaya dalam mencapai tujuan sekolah, guna menghasilkan lulusan
yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lapangan kerja (Direktorat
PSMK, 2005:2).
Kepala sekolah sebagai
pemimpin pendidikan harus mampu mengadakan perubahan ke arah perbaikan dan
dilakukan secara terus menerus untuk meningkatkan kualitas sekolah yang dipimpinnya.
Berdasarkan konsep kepemimpinan kaizen, Tony Barnes (1998:30) menyatakan
keberhasilan bukanlah hasil akhir dari suatu tugas, keberhasilan hanyalah satu
langkah maju sebelum mengambil langkah maju berikutnya. Sementara itu, Warren
Bennis (1989:37) menyatakan seorang pemimpin harus memiliki keingintahuan dan
kemauan. Artinya, pemimpin bertanya-tanya tentang segala sesuatu, ingin belajar
sebanyak-banyaknya, bersedia mengambil resiko, mengadakan eksperimen, tetapi
mau menerima kekeliruan.
Peters & Austin
(Sallis, 2002:66) menyatakan bahwa “The
educational leader as needing the follosing perspectives: (1) vision and
symbols; (2) management by walking about, (3) for the kids; (4) autonomy,
experimentation, and support for failure; (5) create a sense of family, and (6)
sense of the whole, rhythm, passion, intensity, and enthusiasm. Jadi,
pemimpin dalam pendidikan harus memiliki pandangan tentang: (1) visi dan
simbol-simbol, (2) management by walking about, (3) memperhatikan peserta
didik, (4) mandiri, mencoba hal-hal baru, dan mau member bantuan, (5)
menciptakan rasa kekeluargaan, dan (6)
memiliki rasa kebersamaan, memiliki gaya, keinginan, kelebihan, dan semangat
yang tinggi.
Menurut Kartini Kartono
(2008:38) pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan
kelebihan---khususnya kecakapan kelebihan di satu bidang---, sehingga dia mampu
mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas
tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Di samping hal-hal tersebut
di atas seorang pemimpin harus mempunyai kematangan emosi, Avery (2004:93)
menyatakan “Leaders with high emotional
maturity are considered more capable of maintaining cooperative relationship
with subordinates, peers and superiors than people with low emotional
maturity”. Jadi, para pemimpin yang mempunyai kematangan emosi tinggi lebih
mempu memelihara hubungan kerjasama dengan bawahannya, teman sejawat dan atasan
daripada orang yang mempunyai kematangan emosi rendah.
Kepala sekolah
profsional dalam paradigm baru manajemen pendidikan akan memberikan dampak
positif dan perubahan yang cukup mendasar dalam pembaruan system pendidikan di
sekolah. Dampak tersebut antara lain terhadap efektivitas pendidikan,
kepemimpinan sekolah yang kuat, pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif,
budaya mutu, teamwork yang kompak, cerdas, dan dinamis, kemandirian,
partisipasi warga sekolah dan masyarakat, keterbukaan (transparansi) manajemen,
kemauan untuk berubah (psikologi dan pisik), evaluasi dan perbaikan
berkelanjutan, responsive dan antisipatif terhadap kebutuhan, akuntabilitas,
dan sustainabilitas (Mulyasa, 2009:89-94).
Sebagai pemimpin,
kepala sekolah memberikan penekanan utama dalam melakukan perubahan
(pembaharuan) organisasi ke arah yang lebih baik secara kreatif menciptakan
inovasi dan melakukan teribson untuk
meningkatkan kualitas hasil pembelajaran. Oleh karena itu, seorang pemimpin
harus mampu menggerakkan organisasi untuk melakukan sesuatu menjadi lebih baik,
lebih maju dan berkembang utamannya dalam bidang pembelajaran. Sallis (1993:88)
menyatakan “ The function of leadership
is to enhance the quality of learning”. Jadi, fungsi kepemimpinan adalah
meningkatkan kualitas pembelajaran
Gaspersz (2002:203)
mengatakan bahwa bukti nyata dari komitmen pemimpin terhadap pelaksanaan
manajemen mutu itu ada delapan, yaitu: (1) Menetapkan suatu dewan kualitas, (2)
Menetapkan kebijaksanaan kualitas, (3) Menetapkan dan menyebarluaskan sasaran
kualitas, (4) Memberikan dan menyiapkan sumber-sumber daya, (5) Memberikan dan
menyiapkan pendidikan dan pelatihan yang berorientasi pada pemecahan
masalah-masalah kualitas, (6) Menetapkan tim perbaikan kualitas yang
bertanggung jawab pada manajemen puncak untuk menyelesaikan maalah-masalah
kualitas, (7) Merangsang perbaikan kualitas terus menerus, dan (8) Memberikan
pengakuan dan penghargaan atas prestasi dalam perbaikan kualitas secara terus
menerus.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa komitmen yang kuat dari manajemen puncak merupakan salah satu
yang menenytukan keberhasilan perbaikan mutu pendidikan tinggi. Ross (1994:34)
menyatakan bahwa “Ultimately strong
visionary leaders are the most important element of a quality management
approach”. Pemimpin yang kuat visinya adalah factor terpenting dalam
pelaksanaan manajemen mutu. Dengan demikian upaya perbaikan mutu tidak akan
berhasil tanpa keterlibatan dari manajemen puncak dalam hal ini adalah kepala
sekolah.
Peningkatan kualitas
pembelajaran dapat tercapai apabila sekolah mempunyai guru yang berkualitas,
untuk itu sebagai pemipin pendidikan kepala sekolah seharusnya memberikan
perhatian terhadap pengembangan kualitas guru. Sardiman (2005:125) mengemukakan
guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang
ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di
bidang pembangunan. Oleh karena itu, guru yang merupakan salah satu unsure di
bidang kependidikan harus berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya
sebagai tenaga professional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang sedang
berkembang.
Aspek penting dari
peran kepemimpinan dalam pendidikan adalah memberdayakan para guru dan memberi
mereka wewenang yang luas untuk meningkatkan pembelajaran para pelajar. Dalam
pendekatan berbasis mutu, kepemimpinan di sekolah bergantung pada pemberdayaan
guru dan staf lain yang terlibat dalam proses belajar mengajar (Sallis,
2007:174). Kepemimpinan mengacu kepada cara atau gaya kerja dari pengelola
(pimpinan) di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di dalam menjalankan manajemen
sekolah untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan
(Direktorat PSMK, 2005:5).
Dalam melaksanakan
fungsinya sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah yang berhasil apabila
mereka dapat memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan
unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang
diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah maka kepala sekolah mempunyai
beberapa fungsi dan peran yaitu:
Kepala
sekolah sebagai Pendidik
Dalam melakukan fungsinya sebagai educator, kepala
sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme
tenaga kependidikan di sekolahnya. Menciptakan iklim sekolah yang kondusif,
memberikan nasehat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh
tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik,
seperti team teaching, moving class, dan mengadakan program akselerasi bagi
peserta didik yang cerdas di atas normal ( Mulyasa, 2009:98).
Wahjosumidjo (2010:122) mengemukakan bahwa memahami
arti pendidikan tidak cukup berpegang pada konotasi yang terkandung dalam
definisi pendidik, melainkan harus dipelajari keterkaitannya dengan makna
pendidikan, sarana pendidikan, dan bagaimana strategi pendidikan itu
dilaksanakan. Untuk kepentingan tersebut, kepala sekolah harus berusaha
menanamkan, memajukan dan meningkatkan sedikitnya empat macam nilai, yakni
pembinaan mental, moral, fisik dan artistic.
Sebagai educator, kepala sekolah harus senantiasa
berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh para guru.
Dalam hal ini factor pengalaman akan sangat mempengaruhi profesionalisme kepala
sekolah, terutama dalam mendukung terbentuknya pemahaman tenaga kependidikan
terhadap pelaksanaan tugasnya. Pengalaman semasa menjadi guru, menjadi wakil
kepala sekolah, atau menjadi anggota organisasi kemsyarakatan sangat mempengaruhi
kemampuan kepala sekolah dalam melaksanakan pekeerjaannya, demikian halnya
pelatihan dan penataran yang pernah diikutinya.
Kepala
Sekolah sebagai manajer
Manajemen pada hakekatnya merupakan suatu proses
merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin dan mengendalikan usaha
para anggota organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber-sumber daya
organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dikatakan suatu
proses, karena semua manajer dengan ketangkasan dan keterampilan yang dimilikinya
mengusahakan dan mendayagunakan berbagai kegiatan yang saling berkaitan untuk
mencapai tujuan (Mulyasa, 2009:103)
Kepala sekolah sebagai manajer di sekolah memegang
peranan yang menentukan dalam mencapai tujuan organisasi sekolah (Sondang,
1997:20). Kepala sekolah sebagai top manajer, harus dapat menerapkan
kepemimpinan yang efektif dalam memberikan layanan supervise kepada para guru
dan personil sekolah lainnya. Dengan kepemimpinan administrasi yang efektif,
kepala sekolah dapat menumbuhkan, memelihara, dan mengembangkanb usaha, dan
iklim koperatif dalam kehidupan organisasi dan dalam memberikan layanan
supervise kepada para guru untuk meningkatkan motivasi kerja, kinerja, dan
hasil pembelajaran di kelas (Abdul Hadis dan Nurhayati, 2010:65).
Kepala sekolah dalam menjalankan perannya sebagai
manajer pada hakikatnya adalah seorang perencana, organisator, pemimpin, dan
seorang pengendali. Keberadaan manajer pada suatu organisasi sangat diperlukan,
sebab organisasi sebagai alat mencapai tujuan organsasi di mana di dalamnya
berkembang berbagai macam pengetahuan, serta organisasi yang menjadi tempat
untuk membina dan mengembangkan karier-karier sumber daya manusia, memerlukan
manajer yang mampu untuk merencanakan, megorganisasikan, memimpin dan
mengendalikan agar organisasi mencapai tujuan yang ditetapkan (Wahjosumidjo,
2010:96).
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinyasebagai
manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan
tenaga kependidikan melalui kerjasama tau kooperatif, memberi kesempatan kepada
para tenaga kependidikanuntuk meningkatkan profesinya, dan mendorong
keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang
program sekolah.
Kepala sekolah harus memiliki kepemimpinan dengan
baik, yang diwujudkan dalam kemampuan menyususn program sekolah, organisasi
personalia, memberdayakan tenaga kependidikan, dan mendayagunakan sumber daya
sekllah secara optimal. Kemampuan memberdayakan tenaga kependidikan sekolah
harus diwujudkan dalam pemberian arahan secara dinamis, pengkoordinasian tenaga
kependidikan dalam pelaksanaan tugas, pemberian hadiah (reward) bagi mereka
yang berprestasi, dan memberikan hukuman (punishment) bagi mereka yang krang
disiplin dalam melaksanakan tugasnya (mulyasa, 2009:106).
Jadi, untuk dapat melaksanakn sebagai manajer,
kepala sekolah harus mampu mengelola semua sumber daya pendidikan yang dimiliki
sekolah dan yang tersedia di lauar sekolah, untuk mencapai tujuan secara
strategis.
Kepala
Sekolah sebagai Administrator
Kepala sekolah sebagai administrator memiliki
hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi
yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah.
Secara spesifik, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk mengelola
kurikulum, mengelola administrasi peserta didik, mengelola administrasi
personalia, mengelola administrasi sarana prasarana, mengelola administrasi
keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar
dapat menunjang produktivitas sekolah (Mulyasa, 2009:107).
Kemampuan mengelola kurikulum harus diwujudkan dalam
penyusunan kelengakapan data administrasi pembelajaran; penyusunan kelengkapan
data administrasi bimbingan konseling; penyusunan kelengkapan data administrasi
kegiatan belajar peserta didik di perpustakaan.
Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut di atas,
kepala sekolah sebagai administrator, khususnya dalam meningkatkan kinerja dan
produktivitas sekolah, dapat dianalisis berdasarkan beberapa pendekatan, baik
pendekatan sifat, pendekatan perilaku, maupun pendekatan situasional. Dalam hal
ini, kepala sekolah harus mampu bertindak situasional, sesuai dengan situasidan
kondisi yang ada. Meskipun demikian pada hakekatnya kepala sekolah harus lebih
mengutamakan tugas (task oriented), agar tugas-tugas yang diberikan kepada
setiap tenaga kependidikan bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Di samping
beroreintasi terhadap tugas, kepala sekolah juga harus menjaga hubungan
kemanusiaan dengan para stafnya, agar setiap tenaga kependidikan dapat
melaksanakan tugas dengan baik, tetapi mereka tetap merasa senang dalam
melakukan tugasnya. Dengan demikian, efektivitas kerja kepala sekolah
bergantung pada tingkat pembauran antara gaya kepemimpinan dengan tingkat
menyenangkan dalam situasi tertentu, ketika para tenaga kependidikan melakukan
tugas-tugas yang diembankan kepadanya.
Kepala
Sekolah sebagai Supervisor
Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka
mewujudkan tujuannya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas
organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektivitas
pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu tugas kepala sekolah adalah sebagai
supervisor, yaitu mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga
kependidikan. Sergiovanni dan Starrat (Multiyasa 2009:111) menyatakan bahwa “ Supervision is a process designed to help
teacher and supervisor learn more about their practice; to better able to use
their knowledge and skills to better serve parents and schools a more effective
learning community”.
Jadi, supervisi merupakan suatu proses suatu proses
yang dirancang secara khusus untuk membantu para guru dan supervisor dalam
mempelajari tugas sehari-hari di sekolah; agar dapat menggunakan pengetahuan
dan kemampuannya untuk memberikan layanan yang lebih baik pada orang tua
peserta didik dan sekolah, serta berupaya menjadikan sekolah sebagai masyarakat
belajar yang lebih efektif.
Pengawasan dan pengendalian yang dilakukan kepala
sekolah terhadap tenaga kependidikan khususnya guru disebut supeervisi klinis,
yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan professional guru dan meningkatkan
kualitas pembelajaran melalui pembelajaran yang efektif.
Kepala
Sekolah sebagai Leader
Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan
petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka
komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Wahjosumijo (1999:110)
mengemukakan bahwa kepala sekolah
sebagai leader harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian,
keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan professional, serta pengetahuan
administrasi dan pengawasan. Di samping itu, kepala sekolah harus mampu
memberdayakan semua potensi yang ada untuk mengembangkan sekolahnya. Blanchard,
K (2007:68) menyatakan “empowerment is
the process of unleashing the power in people---their knowledge, experience,
and motivation---and focusing that power to achieve positive outcomes for the
organization”.
Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah
sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga
kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan, dan
kemampuan berkomunikasi. Menurut Kartini Kartono (2008:228) keberhasilan
pemimpin itu pada umumnya diukur dari produktivitas dan efektivitas pelaksanaan
tugas-tugas yang dibebankan pada dirinya. Bila produktivitas naik dan semua
tugas dilaksanakan dengan efektif, maka ia disebut sebagai pemimpin yang
berhasil. Sedang apabila produktivitasnya menurun dan kepemimpinannya dinilai
tidak efektif dalam jangka waktu tertentu, maka ia disebut sebagai pemimpin
yang gagal.
Menurut Mulyasa (2009:115) kepribadian kepala
sekolah sebagai leader akan tercermin dalam sifat-sifat (1) jujur, (2) percaya
diri, (3) tanggung jawab, (4) berani mengambil resiko dan keputusan, (5)
berjiwa besar, (6) emosi stabil, dan (7) teladan.
Pengetahuan kepala sekolah terhadap tenaga
kependidikan akan tercermin dalam kemampuan (1) memahami kondisi tenaga
kependidikan (guru dan non guru), (2) memahami kondisi dan karakteristik
peserta didik, (3) menyusun program pengembangan tenaga kependidikan, (4)
menerima masukan, saran dan kritikan dari berbagai pihak untuk meningkatkan
kepemimpinannya.
Pemahaman terhadap visi dan misi sekolah akan
tercermin dari kemampuannya untuk: (1) mengembangkan visi sekolah, (2)
mengembangkan misi sekolah, dan (3) melaksanakan program untuk mewujudkan visi
dan misi ke dalam tindakan.
Kemampuan mengambil keputusan akan tercermin dari
kemampuannya dalam: (1) mengambil keputusan bersama tenaga kependidikan di
sekolah, (2) mengambil keputusan untuk kepentingan internal sekolah, dan (3)
mengambil keputusan untuk kepentingan kepentingan eksternal sekolah.
Kemampuan berkomunikasi akan tercermin dari
kemampuannya untuk (1) berkomunikasi secara lisan dengan tenaga kependidikan di
sekolah, (2) menuangkan gagasan dalambentuk tulisan, (3) berkomunikasi secara
lisan dengan orang tua dan masyarakat sekitar lingkungan sekolah.
Dalam implementasinya, kepala sekolah sebagai leader
dapat dianalisis dari tiga sifat kepemimpinan, yakni demokratis, otoriter,
laissez-faire. Ketiga sifat tersebut sering dimiliki secara bersamaan oleh
seorang leader, sehingga dalam melaksanakan kepemimpinannya, sifat-sifat
tersbut muncul secara situasional. Oleh karena itu kepala sekolah sebagai
leader mungkin bersifat demokratis, otoriter dan mungkin bersifat
laissez-faire.
Kepala
Sekolah sebagai Inovator
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai
innovator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin
hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencarigagasan baru, mengintegrasikan
setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di
sekolah, dan mengembangkan model-nodel pembelajaran yang inovatif (Mulyasa,
2009:118).
Alfonso (1977:11) menyatakn Leaders can bring about improvements in educational practice when their
commitment to a teaching innovation is so strong and so convincing that it
helps to create the same kind of attitude in teachers. Jadi, para pemimpin
dapat membawa perubahan dalam praktek pendidikan ketika komitmennya terhadap
inovasi pembelajaran begitu kuat dan begitu meyakinkan yang dapat membantu
untuk menciptakan perilaku yang sama pada guru-guru.
Kepala sekolah sebagai innovator akan tercermin dari
cara-cara ia melakukan pekerjaannya secara konstrukti, kreatif, delegatif,
integrative, rasional dan objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin, serta
adaptable dan fleksibel.
Kepala Sekolah sebagai Motivator
Sebagai motivator,kepala sekolah harus memiliki
strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan
dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan
melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin,
dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar
melalui pengembangan pusat sumber belajar (PSB) (Mulyasa, 2009:120).
TUJUAN
KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN
Tujuan utama
kepemimpinan pembelajaran adalah memberikan layanan prima kepada semua siswa
agar mereka mampu mengembangkan potensi kualitas dasar dan kualitas
instrumentalnya untuk menghadapi masa depan yang belum diketahui dan sarat
dengan tantangan-tanatangan yang sangat komplek. Menurut Slamet PH (2001),
kualitas dasar meliputi kualitas daya pikir, daya hati, dan daya pisik/raga.
Daya pikir meliputi cara-cara berpikir induktif, deduktif, ilmiah, kritis,
kreatif, inovatif, lateral, dan berpikir system. Daya hati (qolbu) meliputi
kasih saying, empati, kesopan santunan, kejujuran, integritas, kedisiplinan,
kerjasama, demokrasi, kerendahan hati, perdamaian, respek kepada orang lain,
tanggung jawab, toleransi, dan kesatuan serta persatuan, kestaminaan, ketahanan,
dan keterampilan. Kualitas instrumental meliputi penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta seni. Ilmu pengetahuan dapat digolongkan menjadi ilmu lunak
(sosiologi, politik, hokum, ekonomi, pendidikan, antropologi, dan yang
sejenis). Ilmu pengetahuan keras meliputi matematika, fisika, kimia, biologi,
dan astronomi. Teknologi meliputi teknologi konstruksi, manufaktur,
transportasi, telekomunikasi, energy, bio, dan bahan. Seni terdiri dari seni
suara, music, tari, kriya dan rupa.
Dengan kata lain, tujuan
kepemimpinan pembelajaran adalah untuk memfasilitasi pembelajaran agar siswanya
meningkat prestasi belajarnya, menngkat kepuasan belajarnya, meningkat motivasi
belajarnya, meningkat keingintahuannya, kreativitasnya, inovasinya, jiwa
kewirausahaannya, dan meningkat kesadarannya untuk belajar secara terus menerus
sepanjang hayat karena ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni berkembang
dengan pesat (Direktorat PMPTK, 2010:9).
Kepala sekolah yang
dapat menerapkan kepemimpinan pembelajaran yang baik akan memberi dampak yang
positif, dampak tersbut antara lain terhadap efektivitas pendidikan,
kepemimpinan sekolah yang kuat, pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif,
budaya mutu, kerjasama yang kompak, cerdas, dan dinamis, kemandirian,
partisipasi warga sekolah dan masyarakat, keterbukaan (transparansi), kemuan
untuk berubah, evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan, responsive dan
antisipatif terhadap kebuituhan, akuntabilitas dan sustainabilitas (Mulyasa,
2009:89).
Kepala sekolah yang
mampu melaksanakan kepemimpinan pembelajaran dengan baik apabila dia memiliki
visi tentang pembelajaran, di dalam buku peranan kepala sekolah sebagai kunci
keberhasilan SMK, karakteristik perilaku kepemimpinan visioner adalah: (a)
memimpin untuk masa depan (memiliki visi yang tercermin dalam sikap dan
perilaku pemimpin), (b) mencari peluang yang menantang, (c) berani mencoba dan
siap menangung resiko, (d) merencanakan keberhasilan secara bertahap, (e)
membangun dan mengembangkan mitra kerja, (f) menciptakan iklim kerja organisasi
sehat, (g) menampilkan keteladanan, (h) menghargai peran setiap individu, dan
(i) membangun kepuasan kerja (Direktorat PSMK, 2005:29)
Sementara itu Sallis
(1993:89) menyatakan “ A key aspect of
the leadership role in education is to empower teachers to give them the
maximum opportunity to improve the learning of their students”. Jadi, aspek
kunci peran kepemimpinan dalam pendidikan adalah memberdayakan para guru untuk memberi mereka peluang untuk
memperbaiki pembelajaran siswanya.
Dalam mentransformasi
proses pembelajaran, kepala sekolah memfasilitasi setiap guru untuk
meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah. Inti dari pilar kedua ini adalah
digalakkannya pembelajaran berpusat pada siswa (student-centered learning),
yang diakronimkan dengan pmbelajaran yang aktif, kreatif sehingga menjadi
efektif, namun tetap menyenangkan (PAKEM). Dalam Pakem, guru; (1) fleksibel
dalam mengelola proses belajar mengajar sehingga anak dapat mengungkapkan
pendapatnya, baik secara lisan maupun tertulis,, dan mengungkapkan hasil
pekerjaan serta memajangkan hasil karyanya di sekolah, (2) menggunakan berbagai
jenis penilaian untuk menangkap kemajuan dan prestasi siswa, (3) memanfaatkan
berbagai sumber daya yang ada di lingkungan untuk menunjang pembelajaran di
kelas, termasuk memanfaatkan keahlian dan partisipasi masyarakat. (http://.www.
Scribd.com/doc/31275577/KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN).
Kepemimpinan
pembelajaran sangat cocok diterapkan di sekolah karena misi utama sekolah
adalah mendidik semua siswa dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk
memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk
menjadi orang dewasa yang sukses dalam menghadapi masa depan yang belum
diketahui dna yang sarat dengan tantangan-tantangan yang sangat turbulen. Misi
inilah yang kemudian menuntut sekolah sebagai organisasi harus memfokuskan pada
pembelajaran (learning-focused schools), yang meliputi kurikulum, proses
belajar mengajar, dan penilaian hasil belajar (Direktorat PMPTK, 2010:1).
Berdasarkan pemaparan
di atas dapat disimpulkan bahwa, tujuan kepemimpinan pembelajaran adalah untuk
memfasilitasi pembelajaran agar siswanya meningkat prestasi belajarnya,
meningkat kepuasan belajarnya, meningkat keingintahuannya, kreativitasnya,
inovasinya, jiwa kewirausahaannya, dan meningkat kesadarannya untuk belajar
secara terus menerus sepanjang hayat karena ilmu pengetahuan dan teknologi
serta seni berkembang dengan pesat. Alfonso (1977:11) menyatakan “… good leadership also contributes to teacher
growth, and teacher growth contributes directly to better learning”. Jadi,
kepemimpinan yang baik membantu perkembangan guru, dan perkembangan guru
membantu secara langsung terhadap pembelajaran yang lebih baik.
PENTINGNYA
KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN
Daresh dan Playco
(1995) Kepemimpinan pembelajaran sebagai upaya memimpin para guru agar mengajar
lebih baik, yang pada gilirannya dapat memperbaiki prestasi belajar siswanya.
Definisi tersebut cukup baik namun demikian kurang komprehensif karena hanya
memfokuskan peran guru dalam pendidikan, padahal ada aspek-aspek lainnya yang
juga penting untuk diperhatikan. Ahli lain, Petterson (1993), mendefinisikan
kepemimpinan pembelajaran yang efektif sebagai beerikut: (1) Kepala sekolah
mensosialisasikan dan menanamkan isi dan makna visi sekolahnya dengan baik, (2)
Kepala sekolah melibatkan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan sekolah
(manajemen partisipatif), (3) Kepala sekolah memberikan dukungan terhadap
pembelajaran, misalnya dia mendukung bahwa pengajaran yang memfokuskan pada
kepentingan belajar siswa harus menjadi prioritas, (4) Kepala sekolah melakukan
pemantauan terhadap proses belajar mengajar sehingga memahami lebih mendalam
dan menyadari apa yang sedang berlangsung di dalamnya, dan (5) Kepala sekolah
berperan sebagai fasilitatorsehingga dengan berbagai cara dia dapat mengetahui
kesulitan pembelajaran dan dapat membantu guru dalam mengatasi kesulitan
belajar tersebut (Direktorat, PMPTK, 2010:6-7).
The
definition of instructional leadership has been expanded to towards deeper
involvement in the core business of schooling which is teaching and learning.
Attention has shifted from teaching to learning.
Jadi,definisi kepemimpinan instructional telah diperluas keterlibatan lebih
mendalam dalam kegiataan utama sekolah yaitu pengajaran dan pembelajaran,
perhatian telah berpindah dari pengajaran ke pembelajaran. (RichardDuFour,2002)
Robonson (1985:27)
menyatakan “Effective principals exerted
pressure for high achievement, often assuming an assertive instructional
leadership role. In one successful instructional leadership, the principal: (1)
frequently visited classroom, (2) presented innovative programs techniques to
staff, (3) met with staff to discuss books relating to school effectiveness,
met with small groups of teachers to discuss their students’ achievement and
organized teacher effectiveness training”. Jadi, kepemimpinan pembelajaran
yang berhasil, kepala sekolah; sering mengunjungi kelas, menyajikan tehnik
program yang inovatif, bertemu dengan
staf untuk mendiskusikan buku-buku yang berhubungan dengan efektivitas
sekolah, bertemu dengan guru-guru untuk mendiskusikan prestasi atau hasil yang
dicapai siswa dan mengornaisasikan pelatihan efektif guru.
Robinson (1983:28)
menyatakan “Effective principals often
were seen to spend a significant amount of their time observinc classes”.
Jadi, seorang kepala sekolah yang efektif sering terlihat memanfaatkan atau
menghabiskan waktunya untuk mengobservasi kelas. Berdasarkan pernyataan
tersebut dapat dijelaskan bahwa untuk meningkatkan kualitas pembelajaran maka
kepala sekolah harus sesering mungkin memantau pembelajaran secara langsung dikelas
untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar.
Kepala sekolah dalam
melaksanakan fungsi dan perannya sebagai pemimpin pembelajaran sudah selayaknya
menyediakan sebagian besar waktunya untuk memperbaiki kualitas pembelajaran dan
selalu menyediakan waktu untuk guru dan siswanya. Karena bagaimanapun kegiatan
utama sekolah adalah pembelajaran sehingga sudah seharusnya sorang kepala
sekolah memfokuskan sebagian besar waktunya untuk secara terus menerus
mengadakan perbaikan kualitas pembelajaran. Hal ini perlu mendapatkan
perhatian, karena pada kenytaannya kepala sekolah hanya sedikit mengalokasikan
waktunya untuk pembelajaran dan sebagian besar waktunya digunakan untuk hal-hal
yang tidak secara langsung berhubungan dengan pembelajaran.
Fidler (1997:32)
menyatakan “the practical implications
for instructional leadership as including: (1) managing the curriculum and
teaching, including the organization of
pupil grouping and time allocation, but also stimulating curriculum development
(2) supervising teaching, (3) monitoring student progress; and (4) providing a
positive teaching climate. Jadi, implikasi dari kepemimpinan pembelajaran
meliputi mengelola kurikulum dan pengajaran, termasuk di dalamnya
pengorganisasian kelompok siswa dan pengalokasian waktu, tetapi juga mendorong
pengembangan kurikulum, mensupervisi pengajaran, memantau perkembangan siswa.
Dalam melaksanakan
fungsinya sebagai pemimpin pembelajaran, maka seorang kepala sekolah menengah
kejuruan harus mampu melakukan perbaikan dalam bidang pengajaran. Alfonso
(1977:34) menyatakan “The role of the
director in instructional improvement is to provide a set of conditions through
which curricular intentions are implemented”. Jadi, peran director (kepala
sekolah) dalam perbaikan pengajaran adalah menyediakan seperangkat kondisi
sehingga tujuan-tujuan kurikulum dapat dilaksnakan.
Kepemipinan
pembelajaran sangat penting untuk diterapkan di sekolah karena dengan
kepemimpinan pembelajaran diharapkan dapat memberi kontribusi yang positif
terhadap peningkatan prestasi belajar siswa. Kepemimpinan pembelajaran
diharapkan dapat membeerikan dorongan dan arahan terhadap warga sekolah untuk
meningkatkan prestasi belajar siswanya. Kepemimpinan pembelajaran juga mampu
memfokuskan kegiatan-kegiatan warganya untuk menuju pencapaian visi, misi, dan
tujuan sekolah. Kepemimpinan pembelajaran penting diterapkan di sekolah karena
kemampuannya dalam membangun komunitas belajar warganya dan bahkan mampu
menjadikan sekolahnya sebagai sekolah pembelajar (learning school).
Sementara itu, Parks
(1997:4) menyatakan “There is a need for
strong, responsive, sophisticated leadership in education. In schools, as in
all organizations, effective leadership is absolutely necessary in the
structure and operation of the schools and in the achievemnent of its purpose,
including the improvement of teaching and learning. Jadi, perlu
adannya kepemimpinan yang kuat,
responsive dan unggul dalam dunia
pendidikan. Di sekolah-sekolah kepemimpinan efektif sangat perlu dalam struktur
dan jalannya sekolah dan pencapaian tujuannya, termasuk di dalamnya perbaikan
pengajaran dan pembelajaran.
Peran kepala sekolah
yang mencakup manajemen dan kepemimpinan, keduannya sangat penting, Manajemen
berhubungan dengan efektifitas pengelolaan sekolah. Kepemimpinan yang baik
dalam hal ini kepemimpinan pembelajaran dapat meningkatkan keselarasan, hasil
belajar siswa, dan mutu pengajaran. Kepala sekolah sebaiknya mengembangkan dan
menggunakan berbagai gaya kepemimpinan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan
untuk mendukung perannya sebagai kepemimpinan pembelajaran.
Furthermore,
instructional leaders know what is happening in their classroom and develop the
capacities of staff by building on their strength and reducing their weakness.
These leaders attempt to sustain improvement and change in their schools by
anticipating and overcoming the obstacles that inevitably will emerge along the
way.
Berdasarkan penjelasan tersebut, para pemimpin pengajaran seharusnya mengetahui
apa yang sedang terjadi di kelas dan mengembangkan kapasitas staffnya dengan
membangun kekuatan meeka dan mengurangi kelemahan mereka. Para pemimpin
pengajaran mencoba membuat perbaikan berkelanjutan dan merobah sekolah mereka
dengan mengantisipasi dan mengatasi hambatan yang terjadi. (http://www.e-lead.org/resorces/resources.asp?)
Bagaiamana staf sekolah
dapat bergerak bersama-sama dalam tugas dan kewajibannya akan sangat tergantung
kepada kepekaan kepala SMK dalam melakukan pemberdayaan semua potensi sekolah.
Penciptaan iklim kerja yang menyenangkan sehingga staf sekolah merasa nyaman
bekerja dan mampu melihat pentingnya kontribusi dirinya bagi pengembangan
sekolah. Secara empiric dapat diamati bahwa kepala SMK yang kompeten akan
terlihat pada peningkatan kualitas sekolahnya dan ketika kepala sekolah diganti
dengan orang yang kurang kompeten maka akan terlihat dampaknya pada penurunan
kualitas sekolahnya (Direktorat PSMK, 2005:7).
Hal penting lainnya,
kepala sekolah harus mampu mengantisipasi dan mengelola perubahan yang terjadi
dalam dunia pendidikan, Alfonso (1977:8)
menyatakan “A leader needs to be an
expert in the process of change. An effective leader knows how to stimulate,
plan and direct change. In order to do this he or she needs to have a deep
understanding of the change process”. Jadi seorang pemimpin seharusnya ahli
dalam proses perubahan. Seorang pemimpin yang efektif mengetahui bagaimana
menstimulasi, merencanakan, dan mengarahkan perubahan. Untuk dapat melakukan
hal tersebut, dia seharusnya mempunyai pemahaman mendalam tentang proses
perubahan khususnya dalam bidang pendidikan.
Dalam memberdayakan
sekolah yang dipimpinnya fungsi kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan
yang harus menaruh perhatian tentang apa yang terjadi pada peserta didik di
sekolah dan apa yang dipikirkan orang tua dan masyarakat tentang sekolah.
Mulyasa (2009:187) menyatakan Kepala sekolah senantiasa dituntut untuk berusaha
membina dan mengembangkan hubungan kerja sama baik antara sekolah dan
masyarakat guna mewujudkan sekolah yang efektif dan efisien. Hubungan yang
harmonis ini akan membentuk; (1) saling pengertian antara sekolah, orang tua,
nmasyarakat, dan lembaga-lembaga lain yang ada di masyarakat, termasuk dunia
kerja, (2) saling membantu antara sekolah dan masyarakat karena mengetahui
manfaat, arti dan pentingnya peranan masing-masing, (3) Keerjasama yang erat
anatara sekolah dengan berbagai pihak yang ada di masyarakat dan mereka merasa
ikut bertanggung jawab atas suksesnya pendidikan di sekolah.
Lebih jauh berhubungan
dengan peran kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas anak didiknya, Surya
Dharma (2010) menyatakan bahwa “Kalau para kepala sekolah, pengawas, dan
gurunya professional, anak didiknya juga akan berkualitas”. Berdasarkan
pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas siswa akan meningkat jika
para kepala sekolah memperhatikan dan memfokuskan kepemimpinannya pada
perbaikan pembelajaran, peingkatan kualitas guru demikian pula pengawas
Berdasarkan penjelasan
tentang kepemimpinan pembelajaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan pembelajaran adalah kepemimpinan yang memfokuskan pada
pembelajaran yang komponen-komponennya mencakup kurikulum, proses belajar
mengajar, penilaian hasil belajar, penilaian serta pengembangan guru, layanan
prima dalam pembelajaran dan pembangunan komunitas pembelajaran, sering
mengunjungi kelas dan selalu bertemu dengan staf dan guru untuk mendiskusikan
peningkatan prestasi belajar siswa.
PENUTUP
Berdasarkan paparan di atas
dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan pembelajaran adalah kepemimpinan yang
memfokuskan pada peningkatan kualitas pembelajaran dan tujuan utama kepemimpinan pembelajaran adalah
memberikan layanan prima kepada semua siswa agar mereka mampu mengembangkan
pengetahuan dan keterampilannya. Kepmimpinan pembelajaran sangat penting
diimplementasikan di sekolah karena kepemimpinan pembelajaran berkontribusi
signifikan terhadap peningkatan prestasi belajar siswa. Namun demikian masih
banyak kepala sekolah yang kurang memberikan fokus pada peningkatan kualitas
pembelajaran dan alokasi waktu yang digunakan untuk pembelajaran sangat minim
dan kepala sekolah lebih banyak mengurusi hal-hal di luar akademik.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Hadis & Nurhayati. (2008). Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung:
Rosdakarya
Avery, G.C.(2004). Understanding Leadership. London: Sage Publications.
Barnes, T.(1998). Kaizen Strategies for Succesful Leadership. Batam: Interaksara
Bennis, W.(1989). Menjadi Pemimpin Efektif. Jakarta: Gramedia. Jakarta: Gramedia
Blanchard, K. (2007). Leading at a higher Level. Jakarta: PT Elekmedia Komputindo
Departemen
Pendidikan Nasional. (2006). Manajemen
Berbasis Sekolah untuk SMK. Jakarta: Direktorat Pembinaan SMK
Departemen
Pendidikan Nasional. (2006). Penyelenggaraan
SMK Bertaraf Nasional. Jakarta: Direktorat Pembinaan SMK
Departemen
Pendidikan Nasional. (2008). Peranan SMK
Kelompok Teknologi terhadap Pertumbuhan Industri Manufaktur. Jakarta:
Direktorat Pembinaan SMK
Departemen
Pendidikan Nasional. (2005). Peranan
Kepala Sekolah sebagai Kunci Keberhasilan SMK. Jakarta: Direktorat
Pembinaan SMK
Dodi Wirawan Krawanto. (2008). Kepemimpinan. Malang: Bayu Media Publishing
Fidler,
B. (1997). School leadership: ‘some key ideas’, school leadership and management, vol. 17, no. 1, pp. 23-27
Gaspersz,
V.(2002). Konsep Vincent: Penerapan Konsep Vincent Tentang Kualitas dalam
manajemen Bisnis Total. Jakarta: Gramedia Pustaka
Kartini Kartono.(2008). Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: Pt Rajagrafindo
Mulyasa. (2009). Menjadi Kepala Sekolah professional. Bandung;
Rosdakarya
Mulyasa.
(2004). Menjadi Kepala Sekolah
Professional dalam konteks menyukseskan MBS dan KBK. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya
Robinson,
G.(1983). Effective Schools: A Summary of
Research. Virginia: Educational Research Service
Sardiman.
(2005). Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Salisbury,
D. S.(1996). Five Technologies for Educational Change. New Jersey: Educational
Technology Publications Englewood Cliffs.
Sallis,
E. (2002). Total Quality Management in
Education. London: Kagan Page
Sallis,
E. (1994). Total Quality Managemen in
Education. London: Kagan Page Limited
Slamet,
P.H.(2008). Sekolah Sebagai Sistem.
Handout 1 Desentralisasi Pendidikan Di Indonesia. Departemen Pendidikan
Nasional
Starratt, R.J.(2007). Pemimpin Visioner. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Surya Dharma. Kualitas
Kepala Sekolah Harus Ditingkatkan. Wawasan, 20 Oktober 2010
UUSPN
No. 20 Th 2003. Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: Asokadita dan Durat Bahagia
Wahjosumidjo. (2010). Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
On 21:34 by Dr. SUKRIS SUTIYATNO, MM., M.Hum No comments
REKONSTRUKSI PENDIDIKAN
KEJURUAN
PENDIDIKAN
KEJURUAN BERORIENTASI PASAR
Sukris Sutiyatno
(Dosen STMIK Bina Patria Magelang)
A.
LANDASAN
PEMIKIRAN
Perkembangan
yang terjadi di dunia pendidikan tinggi kita saat ini ditandai dengan terus
meningkatnya jumlah lulusan setiap tahunnya. Peningkatan jumlah lulusan
tersebut, bila tidak diimbangi dengan kualitas dan khususnya relevansi
pendidikan di perguruan tinggi akan menambah jumlah lulusan yang tidak terserap
di pasar kerja (labor market) akibat
ketidakmampuan memenuhi persyaratan untuk memasuki dunia kerja, baik sebagai
pekerja maupun wirausahawan/wati. Di Samping itu , para lulusan perguruan
tinggi baik diploma maupun sarjana banyak yang kurang siap menghadapi tuntutan
kompetensi yang dipersyaratkan oleh dunia usaha dan dunia industry, demikian
pula tingkat kemandirian mereka masih rendah terutama untuk menciptakan
lapangan pekerjaan secara mandiri.
Masalah tersebut kalau tidak segera diatasi tentu akan berdampak pada
meningkatnya jumlah pengangguran. Oleh
karena itu konsep pendidikan vokasi berorientasi dunia kerja nampaknya dapat
dipertimbangkan untuk dikembangkan, minimal dapat mengurangi jumlah lulusan
yang tidak terserap di dunia usaha maupun dunia industry.
Konsep
pendidikan kejuruan yang berorientasi ke dunia kerja didasarkan atas kebutuhan
tenaga kerja di dunia industry di mana perencanaan ketenagakerjaan tidak dapat
dipisahkan dari dunia pendidikan. Program
Kebutuhan pasar kerja dan dunia pendidikan seharusnya dirancang secara terintegrasi
dengan memperhatikan tujuan dan kebutuhan dunia usaha dan dunia industry
(Bambang Budiono, 2001:7).
Kondisi teknologi yang mempengaruhi pembangunan
pendidikan dalam kurun waktu lima tahun mendatang antara lain adalah (1)
kesenjangan literasi TIK antarwilayah, (2) kebutuhan akan penguasaan dan
penerapan iptek dalam rangka menghadapi tuntutan global, (3) terjadinya
kesenjangan antara perkembangan teknologi dan penguasaan iptek di lembaga
pendidikan, (4) semakin meningkatnya peranan TIK dalam berbagai aspek kehidupan
termasuk dalam bidang pendidikan,(5) semakin meningkatnya kebutuhan untuk
melakukan berbagai pengetahuan dengan memanfaatkan TIK, (6) perkembangan
internet yang menghilangkan batas wilayah dan waktu untuk melakukan komunikasi
dan akses terhadap informasi, dan (7) perkembangan internet yang juga membawa
dampak negatif terhadap nilai dan norma masyarakat serta memberikan peluang
munculnya plagiarisme dan pelanggaran hukum.
Peranan
IPTEK untuk pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) baik secara nasional maupun
global diperlukan untuk peningkatan daya saing bangsa serta peningkatan tingkat
kesejahteraan masyarakat. Untuk itu pengembangan SDM melalui pendidikan harus
dikembangkan dan ditingkatkan untuk mengejar ketertinggalan sumberdaya manusia
Indonesia dengan negara-negara maju.
Tersediannya
Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dan handal di berbagai bidang dan
jenjang, menjadi sangat penting dalam era global saat ini. Karena hanya dengan
SDM yang kompeten dan handal suatu negara akan mampu bertahan dan berperan
dalam era yang penuh persaingan dan sekaligus peluang. Keunggulan komparatif
yang berupa sumber daya alam yang melimpah, tenaga kerja yang murah,
dipandang tidak komptitif lagi.
Sebaliknya keunggulan kompetitif yang antara lain berupa tersediannya SDM yang
kompeten dan handal, akan lebih berpeluang dalam memenangkan pesaingan di era
global saat ini (Direktori Lembaga Sertifikasi Profesi, 2004:1).
Kondisi ekonomi yang mempengaruhi pembangunan
pendidikan dalam kurun waktu lima tahun mendatang antara lain adalah (1) tingginya
angka kemikinan dan pengangguran, (2) masih adanya kesenjangan pertumbuhan
ekonomi antarwilayah, (3) basis kekuatan ekonomi yang masih banyak mengandalkan
upah tenaga kerja yang murah dan ekspor bahan mentah dari eksploitasi sumber
daya alam tak terbarukan, (4) makin meningkatnya daya saing Indonesia yangperlu
diikuti dengan peningkatan kemampuan tenaga kerja, (5) munculnya ancaman
raksasa ekonomi global seperti Cina dan India dan semakin luasnya perdagang
bebas yang mengancam daya saing perekonomian nasional, (6) masih rendahnya
optimalisasi pendayagunaan sumber daya ekonomi yang berasal dari sumber daya
alam, (7) pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif tinggi, baik yang sudah
berjalan maupun yang direncanakan, perlu didukung dengan penyiapan tenaga kerja
yang memadai, (8) ancaman masuknya tenaga terampil menengah dan tenaga ahli
dari negara lain
Masalah
perekonomian dan ketenagakerjaan tidak terlepas dari problem pendidikan dan
pelatihan. Salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang beerorientasi
dunia kerja adalah melalui politeknik dan akademi (program diploma). Karena
salah satu tujuan penyelenggaraan program diploma adalah menyediakan calon
tenaga lulusan yang siap pakai/dan siap kerja.
Salah
satu cara peningkatan kemampuan SDM ini adalah melalui peningkatan daya tampung
di Perguruan Tinggi terutama di Politeknik dan Akademi (program professional).
Hal ini disebabkan oleh sifat pendidikan professional di tingkat pendidikan
tinggi yang mengutamakan keseimbangan antara praktek dan teori dan bahkan di
ATMI solo lebih memberikan penekanan pada keterampilan dan keahlian di
bidang manufaktur. Namun demikian sangat
disayangkan Politeknik dan Akademi di Indonesia belum mendapatkan respon yang
positif dari masyarakat, untuk itu perlu diupayakan sosialiasi dan pencitraan
di masyarakat agar kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan di
Politeknik dan Akademi semakin meningkat dan mendapat kepercayaan dari
masyarakat.
B.
MENGAPA
PERLU PERBAIKAN SISTEM PENDIDIKAN KEJURUAN?
Perbaikan system
pendidikan kejuruan sudah banyak diusahakan, tetapi masih saja terdengar bahwa
lembaga pendidikan tidak sanggup menyediakan sumber daya manusia yang
dibutuhkan dunia industry. Ada beberapa alasan mengapa terjadi demikian, antara
lain; (a) ketidaksesuaian system pendidikan; (b) industrial, bukan komersial
(Basuki Wibawa, 2005:56).
Ada empat alasan
yang perlu diberikan perhatian serius mengapa ketidaksesuaian system
pendidikan. Pertama, usaha perbaikan pendidikan tidak mengena atau tidak dengan
kebutuhan yang ada di dunia industry. Dengan kata lain, pemahaman kita tentang
sumber daya manusia yang dibutuhkan dunia industry tidak tepat, sehingga
terjadi kekeliruan dalam mengidentifikasi masalah. Kedua, kebijakan pendidikan
yang ditetapkan tidak didukung oleh prinsip yang sesuai dengan perkembangan.
Nilai-nilai yang melatarbelakangi prinsip mungkin tidak sejalan dengan
prinsip-prinsip yang dibutuhkan untuk megatasi masalah. Ketiga, perencanaan dan
pelaksanaan program pendidikan tidak professional dan tidak konsisten. Keempat,
karena kebutuhan dunia industry berubah dengan cepat sesuai dengan perkembangan
zaman dan teknologi, sementara perbaikan system pendidikan selalu terlambat
dalam menyesuaikan diri. Kalau keempat alasan di atas benar, maka dalam
mengatur system pendidikan kejuruan perlu diantisipasi lompatan-lompatan
kemajuan dunia industri dan perkembangan teknologi. Lembaga-lembaga
pendidikan perlu mengenal dengan baik
kualitas SDM yang dibutuhkan dunia industry, baik secara umum maupun secara
khusus. Perbaikan secara umum berarti berusaha memenuhi kebutuhan SDM sesuai
dengan trend global, sedangkan perbaikan secara khusus berarti berusaha
menyiapkan SDM sesuai dengan kebutuhan yang terpaut dengan disiplin ilmu
tertentu yang menjadi bidang studi lembaga terkait dan minat dari peserta
didik.
Sistem
pendidikan kejuruan perlu dibenahi dan diperbaiki secara umum juga secara
khusus bai dari segi manajemen maupun kepemimpinan. Perbaikan secara khusus
hendaknya diusahakan oleh lembaga-lembaga pendidikan seperi sekolah, akademi,
politeknik, dan universitas termasuk di dalamnya program-program studi.
Perbaikan tersebut harus didasarkan pada pemahaman atas kebutuhan SDM dunia
usaha dan dunia industry. Perbaikan secara umum hendaknya diterapkan secara
nasional, dengan cara terus menerus meninjau kembali kebijakan-kebijakan
pemerintah sehubungan dengan kepemimpinan dan manajemen di bidang pendidikan,
sehingga lembaga-lembaga pendidikan mendapat dukungan untuk dioperasikan sesuai
dengan dinamika yang berkembang di dunai industry dan di tengah masyarakat.
Perbaikan-perbaikan yang umum dan yang khusus harus sinkron satu dengan yang
lain, dengan mengutamakan tujuan-tujuan yang disepakati.
Dalam
mengusahakan perbaikan yang disebut di atas para penentu kebijakan, khususnya
politisi dan birokrat, dapat memilih prinsip-prinsip yang tepat dan
memberlakukannya secara konsisten. Kalau ditetapkan bahwa pendidikan harus
membangun Indonesia baru yang demokratis, maka pendidikan juga harus
dimungkinkan untuk berkembang secara demokratis. Dalam konsistensi terhadap
demokrasi, memang pendidikan akan tampil pluralistis, karena masyarakat bangsa
kitapun terdiri atas berbagai latar belakang etnis, agama, budaya dan lain
sebagainnya. Kalau dalam nuansa demokratis pemerintah menghendaki partisipasi
masyarakat dan swasta, maka biarkanlah badan swasta mengembangkan pendidikan
sesuai visi dan misi mereka. Lebih dari itu, seyogyanya lembaga pendidikan
dimungkinkan menggunakan dana masyarakat. Selain dalam bentuk yayasan, mungkin
perlu dipikirkan agar organisasi pengelola pendidikan dapat juga berbentuk
perseroan.
Dari segi
industry dan bisnis, abad 21 merupakan permulaan era ekonomi berdasarkan ilmu
(knowledge based economy). Salah satu indikatornya ialah makin sentralnya
peranan ilmu pengetahuan di berbagai sendi kehidupan. Ilmu dan teknologi yang
canggih dengan didukung kekuatan ekonomi yang solid dan terpadu merupakan
senjata ampuh bagi suatu bangsa untuk memenangkan persaingan. Dan senjata di
atas sangat ditentukan oleh peranan pendidikan. Apa yang akan terjadi selanjutnya
adalah berkembangnya knowledge capitalism. Di era ini, SDM yang dibutuhkan
dunia industry bukan lagi sekedar produktif, tetapi sudah harus menjadi
intangible asset, sekaligus sebagai unsure comparative advantange bagi
organisasi atau perusahaan. Karena itu system pendidikan harus siap menghadapi
knowledge capitalism yang berteknologi serba cyber. Perkembangan seperti ini
akan merubah banyak hal, termasuk nilai nilai dalam dunia pendidikan.
Setiap institusi
pendidikan harus dikelola secara jujur dan benar, baik dari segi tenaga
pendidikan, keuangan, maupun administrasinya. Upaya ini tidak mudah dilakukan.
Mana mungkin dunia pendidikan dapat menanamkan nilai-nilai kejujuran dan
kebenaran, bila lembaga pendidikan itu sendiri tidak dikelola dengan jujur dan
benar. Memang lembaga pendidikan membutuhkan biaya yang sangat besar namun
demikian sebaiknya pendidikan jangan sampai disamakan dengan dagang yang
bersifat komersial. Karena sifat lembaga pendidikan bukan bersifat mengejar
keuntungan semata, tetapi untuk menyiapkan anak didik untuk memasuki dunia
kerja dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan keterampilannya namun juga harus
dibarengi dengan sikap yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan budi pekerti yang
luhur.
Agar dapat
menyediakan sumberdaya manusia bagi dunia industry, kita perlu mengetahui
dengan jelas apa yang menjadi kebutuhan industry. Sudah banyak semiloka yang
dilaksanakan untuk memahami kebuthan SDM dunia industry. Sudah banyak pula
kebijakan yang ditetapkan mengenai hal itu, termasuk perencanaan program link
and match, dan dilat berdasarkan kompetensi. Tetapi, mengapa dunia pendidikan
belum bisa memenuhi kebutuhan dunia industry.
Cara terbaik
untuk memahami adalah dengan mengadakan studi atau penelitian, seperti yang
dikatakan Oentoro (2007), bila kita mencermati iklan-iklan lowongan pekerjaan
di berbagai surat kabar Indonesia terkemuka, umumnya persyaratan jabatan yang
diminta adalah: menguasai bahasa inggris, mahir menggunakan computer, memiliki
kepribadian yang baik, mampu bekerjasama dalam tim, memiliki keterampilan
komunikasi dalam hubungan antar pribadi, memiliki kualitas kepemimpinan,
memiliki kemampuan berinisiasi dan berkreasi, memiliki semangat dan jiwa
kewirausahaan, memiliki prestasi yang tinggi dalam bidang studinya dan tamatan
lembaga pendidikan terkemuka.
Dari sisi
syarat-syarat iklan ini, dapat disimpulkan bahwa yang dibutuhkan dunia industry
bukan SDM yang sekedar pandai dan terampil, tetapi manusia yang memiliki
karakter yang baik dan mampu berpikir kreatif, meiliki kualitas kepemimpinan,
memiliki semangat kewirausahaan, dan mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris.
Inilah kebutuhan dunia industry yang harus dijadikan tujuan lembaga pendidikan.
Ada dua macam
perbaikan system yang diperlukan; umum dan khusus. Perbaikan khusus harus
diusahakan secara proaktif oleh lembaga-lembaga pendidikan (sekolah, akademi,
politeknik dan universitas. Perbaikan secara umum silakukan secara nasional
oleh penentu kebijakan. Perbaikan khusus dan umum harus sinkron satu dengan
yang lain dengan mengutamakan tujuan yang disepakati. Sinkron dalam hal ini
berarti apa yang diusahakan ditingkat sekolah juga didukung keseluruhan system
terkait hingga ke tingkat nasional. Apa
yang menjadi kebijakan nasional secara konsisten mendukung usaha perbaikan yang
dikerjakan di sekolah-sekolah. Langkah-langkah yang diambil juga hartus
sionkron, sehingga bilamana terjadi penyimpangan, akan mudah dilacak. Dengan
cara ini maka peerbaikan terjadi dengan sengaja secara liberal di berbagai
bidang . Merupakan tugas bidang kepemimpinan dan manajemen untuk mengusahakan
pengendalian, agar terjadi peningkatan produktivitas, efektivitas dan
efisiensi.
Kedua, tuntutan
dan permasalahan era global. Persaingan global yang semakin
ketat membawa perubahan yang sangat cepat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
Di satu sisi, kondisi ini membuka peluang bagi Indonesia untuk mempercepat laju
pembangunannya, tetapi di sisi lain menimbulkan tantangan-tantangan baru
terhadap peningkatan mutu sumber daya manusia. Lahirnya perusahaan-perusahaan
multinasional juga menjadikan persaingan bisnis berskala regional,
internasional, maupun global semakin meningkat. Indonesia yang berada di
kawasan Asia-Pasifik dihadapkan pada berbagai implikasi global yang tidak dapat
dihindari. Dalam hal ini, di satu sisi Indonesia dapat menarik keuntungan dari
kemajuan ekonomi dan industri di kawasan ini, tetapi di sisi lain dapat menjadi
“korban” dari persaingan antar-negara bila tidak menyiapkan diri secara
sungguh-sungguh untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat tersebut.
Pada
saat ini, pengembangan sumber daya manusia di Indonesia belum benar-benar
mengarah kepada kondisi yang diharapkan. Hal ini ditandai dengan: (1) struktur
tenaga kerja Indonesia masih didominasi oleh pekerja yang kurang terdidik,
sehingga tidak banyak berpengaruh terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi;
(2) penyiapan tenaga kerja tingkat menengah seakan-akan hanya menjadi tugas dan
dilakukan oleh SMK, sementara sebagian besar tamatan SMU atau yang sederajat
tidak melanjutkan pendidikannya yang kemudian masuk ke pasar kerja; (3) tingkat
pengangguran tamatan sekolah menengah sebesar 12% untuk tamatan SMK dan 18 %
untuk tamatan SMU; (4) penguasaan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja
Indonesia masih rendah dibandingkan dengan tenaga kerja negara-negara lainnya
di kawasan Asia Tenggara. Semua ini menyebabkan tenaga kerja Indonesia sulit
bersaing, bahkan tidak sedikit peluang pekerjaan yang ada di Indonesia sendiri
diisi oleh pekerja asing. Untuk mengantisipasi permasalahan ini, maka
peningkatan mutu sumber daya manusia harus menjadi prioritas dalam pembangunan.
Diperlukan
kemauan yang keras untuk mengubah pola pikir dalam pengembangan sistem Diklat
kejuruan melalui rekonstruksi agar Indonesia dapat mengejar ketertinggalannya
dalam penyiapan sumber daya manusia yang bermutu. Kebijakan yang merupakan salah satu pemikiran besar yang telah
dihasilkan oleh Satgas Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan di Indonesia yang
mewakili berbagai disiplin ilmu dan organisasi/institusi penting di dalam
negeri. Kebijakan tersebut perlu diformulasikan lebih lanjut ke dalam bentuk
perencanaan strategis, agar dapat diimplementasikan dalam berbagai tahapan
kegiatan yang sistematis, terprogram dan berkesinambungan.
C.
PEMBARUAN
PENDIDIKAN KEJURUAN
Paradigma
baru yang digunakan oleh ADB untuk pencapaian evaluasi diri mencakup segi: (a)
Relevansi, (b) Academic Atmosphere, (c) Internal management, (d)
Sustanainability, (e) Efficiency and Effectiveness harus mencapai system
“market driven” yang telah mencakup: kualitas, relevansi, permeabilitas dan
otonomi serta akuntabilitas (Bambang Budiono, 2001:15).
Perubahan
yang akan terjadi pada system pemerintahan sekarang adalah bergesernya system
monolistik menjadi pluralistic dalam suatu masyarakat madani. Beberapa tendensi
dari perubahan system pendidikan vokasi dapat dijelaskan pada table berikut:
Saat Ini
|
Masa Depan
|
·
Sistem berorientasi pada pasokan
(supply-driven) berdasarkan kebutuhan masyarakat
|
·
Sistem berorientasi pada
kebutuhan (demand driven) yang ditentukan pasar
|
·
Program studi berdasarkan pada
kurikulum tetap yang disusun karena kebutuhan nasional (KURNAS)
|
·
Program studi disusun berdasarkan
kebutuhan industry (CBL) baik local maupun global dan bertanggung jawab
kepada pemerintah local dengan komitmen nasional dan global
|
·
Sistem manajemen yang terpusat
(PP 60)
|
·
Sistem manajemen yang
terdesentralisasi di mana politeknik berdiri sebagai institusi otonom (PP 61)
|
·
Institusi bertanggung jawab penuh
pada pemerintah pusat
|
·
Institusi bertanggung jawab
kepada masyarakat terinstitusi dalam bentuk trasparansi pada system majelis
wali amanat
|
·
Mahasiswa sulit melakukan
kompetensi yang berbeda dengan system artikulasi
|
·
Banyak system artikulasi dan
mudah memperoleh kompetensi lain dengan system modul
|
·
Institusi diatur dan didanai oleh
pemerintah pusat. Dikti bertindak sebagai provider
|
·
Swasembada di bidang dana dan
managemen dengan dana sebagaian ditanggung oleh pemerintah pusat (block
grant). Dikti berubah menjadi facilitator
|
·
Kedudukan mahasiswa sebagai anak
didik
|
·
Kedudukan mahasiswa sebagai
partner dalam team-work.
|
Indikator kunci untuk kinerja akan
beerubah dari yang bersifat evaluasi internal sebagai “supply-driven” menjadi
“demand-driven”. Indikator kunci keberhasilan untuk kinerja antara lain adalah
sebagai berikut: (1) Laju peningkatan penyerapan alumni di dunia kerja (graduate employment rate), (2) Tingkat
kepuasan alumni (graduate satisfaction),
(3) Tingkat kepuasan industry ( employer
satisfaction), (4) Tingkat kepuasan mahasiswa (student satisfaction)
dan (5) Laju peningkatan nisbah alumni
yang lulus tepat waktu termasuk nilai IPK (graduataion
rate).
Sedangkan indicator kunci untuk mutu
adalah sebagai berikut; (1) Pemberian proses jasa belajar mengajar termasuk
fasilitas dan peralatan yang memenuhi kebutuhan mahasiswa, (2) Penilaian alumni
terhadap program pendidikan mereka, (3) Tingkat kepuasan mahasiswa terhadap
kuliah dan program studinya, (4) Kualitas dosen yang dievaluasi oleh mahasiswa,
(5) Antisipasi kebutuhan masa depan mahasiswa, (6) Alumni mendapatkan pekerjaan
yang sesuai dengan bidangnya dan mampu berkompetisi, (7) Penilaian dari pemberi
kerja terhadap kompetisi alumni termasuk mampu berpikir kritis, mampu menulis,
mampu menyelesaikan masalah dan mampu bekerja dalam suatu team-work dan (8)
Tingkat kepuasan masayarakat teristitusi kepada lembaga pendidikan.
Bila indicator-indikator kunci
kinerja dan kwalitas tidak terpenuhi maka input dan proses harus diperiksa dan
system penjaminan dan kendali mutu, termasuk system kwalitas manajemen mutu
terpadu.
Penyelenggaraan pendidikan kejuruan
yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan kompetensi keahlian yang sedang
berkembang dan dibutuhkan oleh pasar tenaga kerja akan dengan sendirinya
ditinggalkan oleh masyarakat, karena output yang dihasilkan akan tidak relevan
dengan kebutuhan masyarakat.
Masalah-masalah yang masih sering
terjadi dan merupakan perilaku salah dalam kegiatan belajar mengajar yang
tentunya dapat berpengaruh terhadap output pendidikan kejuruan yaitu:
a.
Pelajaran praktek dasar kejuruan tidak
diajarkan secara mendasar. Kesalahan yang diterima menjadi suatu kewajaran,
antara lain; mutu hasil kerja dibiarkan apa adanya tanpa standar mutu; guru
yang kurang bermutu ditugaskan mengajar di tingkat satu atau semester awal; dan
alat yang sudah tua atau sudah sudah tidak baik dipakai siswa tingkat satu. Ada
pola piker dan sikap yang salah, seakan-akan pada tingkat pertama, tingkat mutu
boleh diabaikan.
b.
Dalam pelajaran praktek, siswa sering
dibiarkan bekerja dengan cara yang salah. Tidak mengikuti langkah kerja yang
benar, posisi tubuh dan gerak tangan tidak diperlukan. Padahal, secara teknis,
kualitas dan produktivitas hasil kerja seseorang sangat ditentukan oleh cara
kerja yang benar.
c.
Membiarkan siswa bekeerja dengan mutu
hasil kerja asal jadi. Banyak kegiatan praktek siswa dikerjakan hanya
formalitas telah mengerjakan saja, tanpa adanya standar mutu yang harus
dicapai. Kebiasaan siswa mengerjakan pekerjaan dengan kualitas asal jadi
membentuk sikap dan kebiasaan tamatan SMK kurang memahami dan kurang peduli
terhadap mutu.
d.
Kegiatan praktek siswa tidak mengikuti
prinsip belajar tuntas (mastery learning). Misalnya, pada minggu tertentu siswa
mengerjakan satuan pekerjaan tertentu tidak selesai. Namun sekalipun pekerjaan
belum selesai, pada minggu berikutnya sudah beralih pada satuan pekerjaan
lainnya sehingga kegiata praktek siswa tidak tuntas.
e.
Siswa sering dibiarkan bekerja tanpa
memperhatikan persyaratan keselamatan kerja. Akibatnya ada siswa yang mengelas
tanpa kacamata pelindung dan masker pelindung untuk mulut yang dapat
membahayakan keselamatan mereka.
f.
Pendidikan kejuruan belum memiliki wawasan ekonomi. Sering
ditemukan peralatan mesin yang ada di sekolah, dipakai dengan jam pemakaian
yang rendah, atau jam pemakaian bengkel yang rendah, tanpa disadari oleh
sekolah bahwa ketidakterpakaian tersebut merupakan pemborosan modal.
Berdasarkan
masalah-masalah tersebut di atas, seyogyannya pendidikan kejuruan harus mampu
mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, sehingga pendidikan kejuruan
benarbenar dapat menjadi pilar Negara dalam menyediakan calon tenaga kerja yang
berkualitas unggul yang dapat diterima oleh pasar tenaga kerja. Komponen utama
yang berpengaruh terhadap efektivitas dan efisiensi penelenggaraan pendidikan
kejuruan mencakup: (1) Sumber daya manusia (tenaga pengajar, laboran,
administrasi harus memenuhi kompetensi professional pada bidangnya, dan terus
menerus di upgrade untuk menyesuaikan pada perkembangan yang ada), (2) Sarana
prasarana dan fasilitas (setiap saat harus sesuai dngan kondisi yang ada di
pasar tenaga kerja, untuk itu harus terus menerus dikembangkan sesuai dengan
kemajuan teknologi yang ada), (3) Manajemen dan program kerja yang tepat dan
adaptif pada setiap tuntutan perkembangan yang ada dan (4) Pendanaan yang
mencukupi untuk menjaga sustaninability penyelenggaraan yang bermutu.
Keseluruhan
komponen tersebut saling berinteraksi untuk membentuk keterpaduan yang utuh dan
saling mendukung. Sistem akan sulit berjalan jika salah satu komponen tersebut
tidak ada atau tidak berfungsi.
D.
PERANAN
MASYARAKAT TERINSTITUSI
Pemikiran dan pandangan yang menyatakan
bahwa proses pendidikan semata-mata diserahkan kepada institusi pendidikan,
nampaknya tidak relevan lagi dan harus ditinggalkan. Berdasarkan pengamatan
penulis sejauh ini industry (sebagai salah satu komponen masyarakat
terinstitusi) umumnya hanya berminat pada bagaimana mengambil lulusan,
memberikan kritik jika hasil lulusan kurang kompeten dan kurang sesuai dengan
tuntutan yang dipersyaratkan oleh dunia usaha dan dunia industry, namun tidak
banyak atau kurang memberikan kontribusi pada proses penyelenggaraan
pendidikan. Peran pasif dari masyarakat terinstitusi sudah selayaknya
ditinggalkan, mereka tidak boleh lagi hanya mau mengambil lulusan, tanpa member
sumbangan konkret pada kemajuan dan kualitas system pendidikan. Mereka harus
secara aktif terlibat dan mengambil peran dalam proses pendidikan khususnya
pendidikan yang berorientasi ke dunia kerja.
Bailey, Hughes & Moore
(2004:61) menyatakan “ If
work-based learning is to be effective, it requires the active participation of
employer”.
Masyarakat terinstitusi (Dunia Usaha dan
Dunia Industri, Kadin, Asosiasi Profesi, Konsorsium bidang ilmu dan keahlian,
Depnakertrans, dan Pemda) diharapkan berperan aktif dalam proses pendidikan
yang mencakup: (1) Mengidentifikasi dan menyiapkan daftar kompetensi profesi,
(2) Membantu dalam mengembangkan dan menyusun kurikulum, (3) Mengembangkan dan
menyusun tolak ukur evaluasi keberhasilan pendidikan, (4) Sebagai salah satu
sumber pendanaan. Dengan keterlibatan masyarakat terinstitusi dan setiap
komponen mengambil peran sesuai dengan bidangnya maka diharapkan dapat
menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masing-masing
dan tidak ada lagi saling menyalahakan di antara dunia pendidikan dan
masyarakat terinstitusi. Di samping itu program Work-based learning memerlukan perobahan agar responsive
terhadap kebutuhan stakeholder. Raelin
(2008:253) menyatakan “work-based
learning programs need to change to be responsive to their stakeholders”.
Industri dapat mengambil peran yang
lebih besar, karena selain memanfaatkan secara langsung hasil pendidikan,
industry juga memiliki sumber daya dan sumber dana. Dengan demikian, industri
dapat menyumbangkan sumber dayanya dalam proses pendidikan misalnya dengan
penyediaan teknologi yang canggih dan tentu lebih maju dibandingkan dengan
institusi pendidikan sebagai sarana pelatihan. Pada saat yang sama, industi
dapat menjadi arena yang tepat di mana kompetensi profesi dapat diidentifikasi
dan diujikan. Praktek-praktek yang dapat
mempengaruhi pembelajaran berorientasi dunia kerja seperti Boud & Solomon (2003:7-9) menyatakan “The practices which have influenced the development of work-based learning
include the following: (1)work placements and sandwich courses, (2) Independent
studies and negotiated, (3) Access and the accreditation of prior experiental
learning, (4) Generic competencies and capabilities, (5) Labour and learning”.
Komponen penting lainnya dalam
penyelenggaraan pendidikan berorientasi dunia kerja adalah identifikasi yang
tepat dari kompetensi profesi. Seluruh usaha pendidikan menjadi kurang
bermanfaat jika kompetensi dari lulusan yang dihasilkan tidak direspon secara
positif dan terserap oleh pasar tenaga kerja. Asosiasi profesi dalam hal ini
memegang peranan penting dalam identifikasi profesi. Oleh karena itu setiap
profesi seyogyanya membentuk suatu asosiasi untuk menjembatani dengan dunia
pendidikan. Pada era di mana kompetisi global telah merambah ke setiap sudut
kepentingan hidup masyarakat, maka SDM yang dihasilkan dari proses pendidikan
akan masuk dalam kompetisi global. Hanya SDM yang memiliki kualifikasi atau
standar tertentu yang mendapat pengakuan dalam penguasaan kompetensi profesi
yang akan dapat bertahan. Jadi, pengakuan dan pengesyahan kompetensi profesi
menjadi sangat penting, di sinilah asosiasi profesi dapat mengambil peran
bahkan tanggung jawab (Hanoto & SP. Mursid, 2001:8).
Dengan teridentifikasinya kompetensi
profesi, maka proses pengembangan dan penyususnan kurikulum dapat dikerjakan
secra sistematis. Pengembangan kurikulum dikerjakan secara bersama antara
institusi pendidikan dengan asosiasi dan komponen relevan lainnya yang
tergabung dalam konsorsium bidang ilmu dan keahlian. Kelompok inilah yang
iharapkan mampu menyusun kurikulum yang tepat dengan kebutuhan dari masyarakat.
Institusi pendidikan selanjutnya dapat
memanfaatkan hasil kerja konsorsium yang berupa kurikulum untuk menjadi dasar
perencanaan dan penyelenggaraan program pendidikan diploma. Dengan mengacu pada
produkl dari konsorsium akan mendapat jaminan mengenai kesesuaian program dan
hasilnya dapat sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.
Permasalahan besar lain dalam
penyelenggaraan pendidikan khususnya program professional atau pendidikan
berorientasi dunia kerja adalah masalah pembiayaan. Biaya penyelenggaraan program pendidikan professional relative
lebih mahal dibandingkan dengan pendidikan liberal. Beban ini tentu sangat
berat apabila harus dibebankan pada institusi pendidikan sendiri. Oleh karena
itu masyarakat terinstitusi seyogyannya turut berperan dalam pendanaan dan
tentu saja hal ini memerlukan design program yang hasilnya dapat dimanfaatkan
secara bersama jadi tidak ada yang merasa dirugikan, karena bagaimanapun
peningkatan sumberdaya manusia berhubungan erat dengan peningkatan daya saing
bangsa dan menjadi tanggung jawab bersama apalagi di era global ini.
Dalam era otonomi daerah, pemda sangat
diharapkan keterlibatannya dalam penyelenggaraan pendidikan program pendidikan
beroreintasi ke dunia kerja (professional). Harus disadari bahwa SDM yang
berkualitas adalah asset terbesar dari setiap daerah dan institusi pendidikan
adalah wadah untuk mencetak SDM yang berkualitas. Jadi, investasi di bidang
pendidikan khususnya profesional harus menjadi perhatian dari pemerintah
daerah. Karena selama ini pemerintah daerah lebih banyak bertanggng jawab
terhadap pendidikan menengah dan dasar.
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa
keberhasilan pendidikan kejuruan/vokasi tidak dapat dipisahkan dengan peran
dari berbagai komponen-komponen di antarannya dunia usaha dan dunia industry,
perguruan tinggi, kadin, asisiasi profesi, depnakertrans, dan pemda.
Peran dunia usaha dan dunia industry
dalam mendukung keberhasilan pengelolaan pendidikan vokasi adalah (1)
Memberikan masukan tentang deskripsi pekerjaan/jabatan yang berlaku di dunia
usaha dan dunia industry; (2) Memberikan masukan tentang standar
kompetensi/keahlian/profei, baik untuk nasional maupun internasional, (3)
Berpartisipassi dalam proses pembelajaran, (4) Terlibat aktif dalam melakukan
evaluasi dan pengujian, (5) mmberikan kesempatan pendidikan dan pelatihan di
dunia usaha dan dunia industry, (6) Menguji dan memberikan sertifikasi bagi
tamatan sesuai dengan tingkat kompetensi/keahlian dengan bekerjasama dengan
lembaga-lembaga terkait, (7) dimungkinkan berpartisipasi dalam proses
pendidikan dan pelatihan di dunia usaha da dunia industry bagi mahasiswa, dan
(8) Membantu menyalurkan tamatan.
Peran penyelenggaran pendidikan kejuruan
adalah melakukan proses pembelajaran dan pelatihan yang sesuai dengan
kompetensi dan keahlian yang sepadan dan sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan
dunia industry dan mencetak lulusan dengan kualifikasi (kompetensi/keahlian)
sesuai dengan tuntutan atau kebutuhan dari dunia uasaha dan dunia industry.
Peeran kadin sebagai wadah organisasi
dunia usaha dan dunia industry lebih bersifat memberikan koordinatif dan
pmbuatan kebijakan yang bersifat makro bagi para anggotanya dalam upaya
memberikan kontribusi kepada pendidikan kejuruan dalam menciptakan lulusan yang
memiliki kompetensi/keahlian sesuai dengan standar kebutuhan dunia usaha dan
dunia industry.
Peran asosiasi profesi, asosiasi ini lebih
berperan pada pemberian masukan tentang standar kompetensi dalam berbagai
keahlian dan sertifikasi sesuai dengan tingkatan dan jenis kompetensi
bersama-sama dengan masyarakat terinstitusi lain, baik nasional maupun
internasional.
Peran depnakertrans sebagai lembaga
pemerintah yang menangani permasalahan tenaga kerja dalam segala jenjang dan
kualifikasi atau secara kuantitas dan kualitas, khususnya berhubungan dengan
penggna tamatan. Di samping itu juga menangani tentang penempatan dan
penyaluran tenaga kerja.
Peran Pemda dalam era otonomi daerah,
kewenangan pemda sangat penting untuk meningkatkan lembaga pendidikan dalam
menghasilkan lulusan yang berkualitas. Dalam hal ini pula masing-masing daerah
akan mampu menampilkan potensi daerahnya sehingga akan meningkatkan pendapatan
daerah atau dampak yang lain. Untuk itu peran pokoknya di antarannya adalah
memberikan peluang dan fasilitas kepada masyarakat untuk menghasilkan tenaga
kerja yang sesuai dengan kebutuhan local, regional, nasional bahkan internasional.
E.
PENDIDIKAN
KEJURUAN BERORIENTASI PADA PASAR
Salah
satu tolak ukur dari keberhasilan suatu proses pendidikan adalah apabila ada
relevansi hasil lulusan dengan pasar tenaga kerja dan bagi institusi pendidikan
yang mempunyai unit produksi seharusnya mengarahkan produknya dengan kebutuhan
pasar dalam hal ini dunia industry dan dunia usaha bahkan masyarakat luas.
Bailey, Hughens & Moore (2004:35) menyatakan bahwa “ A central argument in favor of work-based learning is that students
acquire various practical skills and that they learn about industries and
careers”. Jadi, alasan utama dari pembelajaran berorientasi dunia kerja
adalah peserta didik dapat memperoleh berbagai keterampilan dan bahkan mereka
mmempelajari mengenai industry dan karier. Karena bagaimanapun institusi
pendidikan seharusnya tidak hanya berpikir bagaimana hasil lulusannya
berkualitas namun demikian harus juga memperhatikan keinginan pasar yang selalu
berobah. Jadi, berdasarkan konsep pemasaran alasan
keberadaan social dan ekonomi bagi suatu
organisasi termasuk di dalamnya institusi pendidikan adalah memuaskan kebutuhan
konsumen dan keinginan tersbut sesuai dengan sasaran organisasi (baca:
institusi pendidikan) (Lamb, Hair dan McDaniel, 2001:8).
Pendidikan
kejuruan memiliki manfaat yang kalau
tercapai dengan baik akan berkontibusi besar terhadap pencapaian tujuan
pembangunan nasional. Manfaat pendidikan kejuruan—bagi siswa pendidikan
kejuruan bermanfaat untuk peningkatan kualitas diri, peningkatan penghasilan,
penyiapan bekal pendidikan lebih lanjut dan penyiapan diri agar berguna bagi
masyarakat dan bangsa. Bagi dunia kerja, pendidikan kejuruan mempunyai manfaat
dapat memperoleh tenaga kerja berkualitas tinggi, dapat meringankan biaya usaha
dan dapat membantu memajukan dan mengembangkan usaha. Dan bagi masyarakat dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dapat meningkatkan produktivitas
nasional, jadi dapat meningkatkan penghasilan Negara dan dapat mengurangi
pengangguran (Wardiman Djojonegoro, 1998:36).
Pendidikan
kejuruan seharusnya menerapkan strategi one
step ahead dari perkembangan teknologi dan pasar dunia di Indonesia. Pendidikan
kejuruan harus selalu mengantisipasi kebutuhan pasar industry dan menyesuaikan
pengajaran dan pelatihan untuk menjawab kebutuhan tersebut. Fleksibilitas
tinggi diterapkan baik di sisi praktek amupun teori. Kebutuhan pasar atau
peluang berusaha ditangkap oleh unit produksi dan diterjemahklan di dalam
pengajaran dan pelatihan yang dapat menjamin kontinuitas pendidikan kejuruan.
Pembuktian bahwa system pendidikan yang diterapkan berhasil atau tidak
diserahkan kembali kepada pasar. Pendidikan kejuruan terus berusaha untuk
menghasilkan lulusan yang dapat menjawab kebutuhan pasar, dengan demikian lulusan ATMI akan selalu terserap di pasar
tenaga kerja (B.B. Triatmoko, 2001:3).
Demikian pula pendidikan kejuruan
harus selalu meningkatkan kualitas pendidikan dan sekaligus mencari upaya
pendanaan institusi misalnya menerapkan system pendidikan yang berbasis
produksi atau Production Based Education
(PBE). Pengertian yang mendasar dari system Production
Based Education (PBE) adalah membawa iklim produksi/industry ke dalam
kampus dan mengintegrasikan ke dalam system pendidikan. Dalam realisasinya
aktivitas pendidikan berbasis produksi juga diarahkan pada kebutuhan pasar
sehingga PBE juga memfokuskan hasil produksinya pada kebutuhan dan keinginan
pasar (Armeyn Yahya, 2001:9). Di samping itu institusi pendidikan harus selalu
meningkatkan mutu secara terus menerus (quality
continuous inmpovment), Liston (1999:11) menyatakan “quality is related to a body of knowledge about products, services and
customer and client satisfaction”. Mutu berhubungan dengan pengetahuan
tentang produk, pelayanan dan pelanggan serta kepuasan pelanggan. Jadi,
isntitusi yang dapat menghasilkan output yang berkualitas adalah apabila
institusi pendidikan tersebut mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan
(meeting the needs of customer)
(Gaspersz, 2002:4).
Pendidikan kejuruan yang baik
adalah pendidikan kejuruan yang dapat beradaptasi dengan lingkungan dunia usaha
dan dunia industry, demikian pula mampu memenuhi tuntutan pasar tenaga kerja,
sehingga pendidikan kejuruan seharusnya mempunyai karakteristik: (1) Pendidikan
kejuruan diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja,
(2) Pendidikan kejuruan didasarkan atas demand-driven (kebutuhan tenaga kerja,
(3) Fokus isi pendidikan kejuruan ditekankan pada penguasaan pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang dibutuhkan oleh dunia kerja, (4)
Penilaian yang sesungguhnya terhadap kesuksesan siswa harus pada hands on atau
performa tenaga kerja, (5)Hubungan yang erat dengan dunia kerja merupakan kunci
sukses pendidikan kejuruan, (6) Pendidikan kejuruan yang baik adalah responsive
dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi, (7) Pendidikan kejuruan lebih
ditekankan pada learning by doing dan hands on experience, (8) Pendidikan
kejuruan mmerlukan fasilitas yang mutakhir untuk praktek dan (9) Pendidikan
kejuruan memerlukan biaya investasi dan operasional yang lebih besar dari pada
pendidikan umum (Wardiman Djojonegoro, 1998:37).
Berdasarkan
penjelasan tersebut di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa pendidikan
kejuruan berorintasi dunia kerja akan dapat berkembang dan berhasil manakala
hasil lulusannya atau hasil produksinya dapat diterima dan diserap oleh
pasar. Karena apabila hal tersebut dapat
terjadi di sinilah konsep relevansi pendidikan berorientasi dunia kerja
berhasil dicapai. Karena keberhasilan institusi pendidikan seharusnya tidak
diukur dari berapa banyak institusi pendidikan dapat menghasilkan lulusan (SDM)
tetapi bagaimana menghasilkan lulusan yang dapat terserap di dunia kerja,
sehingga lulusannya tidak menambah pengangguran dan hal tersebut dapat menambah
beban pemerintah. Oleh karena itu semua komponen pendidikan; tenaga pengajar,
kurikulum, sarana prasarana, gedung harus diorientasikan kepada kebutuhan dan
kinginan pasar.
Berdasarkan paparan di atas, satu hal yang menjadi
pertanyaan adalah “Bagaimana kita merekonstruksi pendidikan kejuruan ?. Tentu
hal ini bukan pekerjaan mudah karena menyangkut seluruh komponen yang ada di
pendidikan kejuruan dari input, proses, dan output. Namun hal yang penting
adalah bagaimana rekonstruksi itu dapat mewujudkan pendidikan kejuruan
berorientasi pada pasar tenaga kerja sehingga lulusan dari pendidikan kejuruan
dapat diterima oleh dunia usaha dan dunia industry baik local, regional bahkan
internasional. Sehingga citra dari pendidikan kejuruan semakin meningkat dan
dapat dipercaya oleh masyarakat dan
tidak menambah jumlah pengangguran tetapi sebaliknya menjadi solusi
mengatasi pengangguran di Indonesia. Hal-hal yang perlu direkonstruksi untuk
meingkatkan dan mengembangkan peran pendidikan kejuruan agar lebih berkualitas
adalah:
1.
Sistem
Pendidikan
Di Indonesia saat ini pendidikan
kejuruan di mulai dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), oleh karena itu perlu
diberlakukan kembali kebijakan pendidikan kejuruan dimulai dari Sekolah
Menengah Pertama atau Sekolah Menengah
Kejuruan Pertama (SMKP). Sehingga arah pendidikan sejak awal sudah terpolakan
ke arah dunia kerja
2.
Kurikulum
dan Pembelajaran
Kurikulum dan pembelajaran
merupakan salah satu komponen manajemen pendidikan kejuruan yang sangat penting
dan utama. Kurikulum dan pembelajaran merujuk kepada seperangkat bahan, materi
atau kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa serta proses atau prosedur
pembelajaran. Kurikulum pendidikan kejuruan harus memberi porsi lebih banyak
pada kemampuan produktif atau learn to do minimal 60 % dari keseluruhan mata
pelajaran dan harus benar-benar dilaksanakan. Di samping itu diberikan alokasi
mata pelajaran keunggulan local dan kurikulum yang bersifat terbuka sehingga
dapat merespon perkembangan dan kebutuhan pasar tenaga kerja.
3.
Kesiswaan
Kesiswaan merupakan salah satu
komponen penting dalam manajemen sekolah kejuruan. Manajemen kesiswaan
berkaitan dengan berbagai hal tentang siswa yang menjadi main input dan peserta
didik dalam kegiatan pendidikan di sekolah menengah kejuruan. Ada beberapa hal
penting yang harus diperbaiki di antarannya: Rekruitmen siswa baru yang
mencakup proporsionalitas, jumlah, kualitas, promosi dan proses seleksi.
Kegiatan siswa menyangkut upaya pemberdayaan dan pengembangan siswa di luar
kegiatan kurikuler, sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kualitas
lulusan. Lulusan yang berhubungan dengan upaya secara sungguh-sungguh dan penuh
komitmen untuk mencapai kualitas lulusan untuk mewujudkan tiga sasaran utama
yaitu bekerja di dunia usaha atau industry, bekerja secara mandiri dan atau
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
4.
Ketenagaan
Komponen ketenagaan menyangkut
seluruh personel yang ada di sekolah menengah kejuruan. Mereka harus dikelaola
secara professional, sehingga menjadi kekuatan utama untuk menggerakkan roda
organisasi SMK untuk mencapai visi, misi dan tujujan yang diharapkan. Misalnya
kepala sekolah harus benar-benar mempunyai kemampuan manajerial sekolah dan
menjadi kepemimpinan pembelajaran yang tangguh sehingga dalam hal ini proses
seleksi dan syarat-syarat untuk menjadi
kepala sekolah SMK harus benar-benar diperhatikan dan seharusnya dibedakan
dengan kepala sekolah umum. Guru-guru yang menjadi pilar utama dalam pembelajaran
tidak hanya menguasai teori tetapi juga mempunyai keterampilan praktek dan
pengalaman industry. Demikian pula laboran, pustakawan dan tenaga administrasi
harus benar-benar dapat memberikan layanan prima untuk mendukung kualitas
pembelajaran.
5.
Sarana
Prasarana
Sarana dan peralatan belajar
merupakan komponen utama sekolah menengah kejuruan yang diperlukan untuk mendukung proses
pembelajaran. Sarana-prasarana yang tersedia harus diperhatikan tingkat
kekinian dan tidak jadul atau ruang laboratorium dan praktikum yang memadai
secara kuantitas dan kualitas sehingga lulusan sekolah menengah kejuruan tidak
gaptek. Ketersediaan ruang belajar dan
perpustakaan yang nyaman dengan ditunjang prasarana pendukung yang memadai.
6.
Keuangan
dan Pembiayaan
Keuangan merupakan komponen yang
sangat penting, karena merupakan sumber daya untuk menggerakkan seluruh program
kerja dan proses belajar mengajar. Untuk itu sekolah menengah kejuruan harus
mampu mencari sumber pembiayaan yang tidak hanya mengantungkan dari pemerintah
dan orang tua murid tetapi bagaimana sekolah menengah kejuruan dapat
menghasilkan suatu produk yang bernilai ekonomis atau dapat dijual sehingga
dapat mendatangkan income/pemasukan yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan
kualitas sekolahnya. Karena bagaimanapun factor uang ini menjadi sangat dominan
karena tidak ada hal yang tidak membutuhkan uang. Untuk itu SMK harus mampu
menggali dana dengan menciptakan produk unggulan.
7.
Organisasi
dan Kelembagaan
Komponen organisasi dan kelembagaan
berkaitan dengan sekolah sebagai lembaga atau organisasi lembaga atau
organisasi pendidikan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan diperbaiki
diantarannya adalah struktur organisasi yang dapat mewadahi kepentingan sekolah
kejuruan, pembagian tugas dan tanggung jawab, jumlah diversifikasi program
studi dan keahlian yang sesuai dengan keunggulan local dan kebutuhan pasar
tenaga keerja atau dunia usaha dan dunia industry, citra lembaga agar sekolah
menengah kejuruan diakui perannya di masyarakat demikian pula yang menyangkut trace
back terhadap alumni.
8.
Lingkungan
dan Budaya Sekolah
Lingkungan dan budaya sekolah
merujuk kepada kondisi dan situasi sekolah baik fisik maupun non fisik yang
kondusif terhadap penciptaan hubungan yang harmonis, budaya tertib dan disiplin
serta budaya akademik di dalam lingkungan sekolah. Misalnya peraturan dan
prosedur sekolah, kebersihan dan keindahan, budaya akademik, hubungan antar
personal, budaya berprestasi dan yang lebih penting lagi budaya berkarya harus
dapat dicptakan di sekolah
9.
Kerjasama
dan Kemitraan
Kemitraan dan kerjasama adalah
komponen manajemen sekolah yang berkaitan dengan upaya menjalin hubungan
kerjasama dengan berbagai pihak. Untuk itu sekolah menengah kejuruan harus
mampu membuat terobosan dengan melakukan kerjasamadan kemitraan dengan dunia
usaha dan dunia industry sehingga dapat terjadi sinergi antara lembaga
pendidikan dan dunia usaha dan dunia industry. Bagi sekolah misalnya dapat
mempermudah siswa-siswanya melakukan prakerin, penyaluran tenaga kerja, masukan
untuk memperbaiki kurikulum, penciptaan suatu produk, pelatihan dan lain-lain.
Di samping itu sekolah harus juga
menjalin kerjasama dan kemitraan dengan
dinas-dinas terkait, komite sekolah, dewan pendidikan, perguruan tinggi
dan lembaga swadaya masyarakat. Hal-hal tersebut harus dapat diciptakan dan
dilakukan sehingga dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sekolah
menengah kejuruan dan pada akhirnya berdampak pada kualitas lulusan sekolah
menengah kejuruan.
F.
PENUTUP
Pengembangan
Sumber Daya Manusia baik secara regional, nasional bahkan global sangat
diperlukan untuk meningkatkan daya saing (competitive
advantage) sehingga di era global ini negara kita tidak hanya mengandalkan
keunggulan comparative (comparative
advantage). Untuk dapat menghasilkan lulusan yang berdaya saing nasional
bahkan global diperlukan institusi pendidikan yang mampu mencetak lulusan yang
memenuhi kebutuhan pasar global.
pendidikan
kejuruan berorintasi dunia kerja akan dapat berkembang dan berhasil manakala
hasil lulusannya atau hasil produksinya dapat diterima dan diserap oleh
pasar. Karena apabila hal tersebut dapat
terjadi di sinilah konsep relevansi pendidkan berorientasi dunia kerja berhasil
dicapai. Karena keberhasilan institusi pendidikan seharusnya tidak diukur dari
berapa banyak institusi pendidikan dapat menghasilkan lulusan (SDM) tetapi
bagaimana menghasilkan lulusan yang dapat terserap di dunia kerja, sehingga
lulusannya tidak menambah pengangguran dan hal tersebut dapat menambah beban
pemerintah. Oleh karena itu semua komponen pendidikan; kurikulum dan
pembelajaran, ketenagaan (guru dan tenaga kependidikan), sarana dan prasarana,
keuangan, organisasi dan kelembagaan, lingkungan dan budaya sekolah dan
kerjasama dan kemitraan harus diorientasikan untuk menciptakan lulusan yang
dibutuhakan oleh dunia usaha dan dunia industry serta pasar tenaga kerja.
Untuk
itu diperlukan model pengembangan pendidikan kejuruan berorientasi dunia kerja
yang dapat memenuhi standar local regional bahkan global karena saat ini kita
sedang, telah dan akan terus menghadapi pasar global. Demikian pula masyarakat
terinstitusi (dunia usaha dan dunia industry, asosiasi profesi, kadin,
konsorsium ilmu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah) harus merasa
bertanggung jawab dan menyatukan visi dan misi untuk bersinergi dan
bersama-sama memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia untuk meningkatkan daya
saing bangsa.
DAFTAR
PUSTAKA
Armeyn Yahya .(Mei 2001). Politeknik
Manufaktur Timah: Potensi dan Pengembangannya. Makalah disajikan dalam
Seminar Pengembangan Pendidikan DIPLOMA, di Yogyakarta
B.B.
Triatmoko.(Mei 2001). Pendidikan Kejuruan
Berorientasi Pasar di ATMI Solo. Makalah disajikan dalam seminar
Pengembangan Pendidikan DIPLOMA
Bailey,
J.A., Hughens, K.L., & Moore, D.T. (2004). Working Knowledge; Work-Based Learning
and Education. New York: Roun HedgeFlmer
Basuki
Wibowo. (2008). Pendidikan dan Teknologi Kejuruan. Surabaya: Kertajaya Duta
Media
Bambang
Budiono .(Mei 2001). Penyelenggaraan
Pendidikan Diploma di Era Global. Makalah disajikan dalam Seminar Pengembangan
Pendidikan DIPLOMA
Boud, D. & Solomon, N. (2003). Work-Based Learning. Buckingham: Open
University Press
Direktori
Lembaga Sertifikasi Profesi & Tempat
Uji Kompetensi. (2004). Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas. Jakarta
Direktorat
Pembinaan SMK.2005. Pengembangan
Manajemen Kepemimpinan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta: Depdiknas
Dirjen
Dikti. Pedoman Umum Penyelenggaraan
Program Co-Op. (2004). Jakarta: Dirjen Dikti
Gaspersz,
V. (2001). Penerapan Konsep Kualitas
Dalam manajemen. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum
Hanoto
& Mursid. (2001). Model Pengembangan Pendidikan Program
DIPLOMA. Makalah disajikan dalam Seminar Pengembangan Pendidikan
DIPLOMA
Lamb, Hair & McDaniel. (2001). Pemasaran (terjemahan). Jakarta: Salemba
Empat
Liston, C. (1999). Managing Quality and Standardise. Buckingham: Open University Press
Raelin, J.A. (2008). Work-Based Learning. San Fransisco: A Wiley Imprint
Wardiman
Djojonegoro. (1998). Pengembangan
Sumberdaya Manusia. Jakarta: PT. Jayakarta Agung Offset
Subscribe to:
Posts (Atom)
Search
Popular Posts
-
PENGARUH FAKTOR GEOGRAFIS DALAM KONDISI BAHASA Sukris Sutiyatno STMIK Bina Patria Magelang Jln. R. Saleh. No. 02Magelang telp. 0293-3...
-
Dr. SUKRIS SUTIYATNO, MM., M.Hum
-
PENTINGNYA PENDIDIKAN KEJURUAN BERORIENTASI PASAR TENAGA KERJA Sukris Sutiyatno Sukris65@yahoo.com (Dosen STMIK Bina Patria Magelan...
-
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL Sukris Sutiyatno Di sampaikan dalam Kegiatan: Pengabdian pada Masyarakat CONTEXTUAL TEACHING LEARNING :...
-
PERAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN Sukris Sutiyatno STMIK Bina Patria Magela...
-
DETERMINING MERIT AND WORTH OF EVALUATION (FORMATIVE AND SUMATIVE CONTEXT) Sukris Sutiyatno Sukris65@yahoo.com (Dosen STMIK Bina Pa...
-
REKONSTRUKSI PENDIDIKAN KEJURUAN PENDIDIKAN KEJURUAN BERORIENTASI PASAR Sukris Sutiyatno Sukris65@yahoo.com (Dosen STMIK Bina Patri...
-
Manajemen Kepuasan Siswa Sukris65@yahoo.com STMIK Bina Patria Magelang A. Kualitas sebagai Ujung Tombak Kepuasan Siswa Bagi...
-
Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta (PPs UNY), Kamis (30/10/2014), kembali mengadakan ujian terbuka disertasi bagi Sukr...
-
PENGUMUMAN Diberitahukan kepada seluruh Civitas Academica STMIK Bina Patria Magelang khususnya Kelas Teknik Informatika Reguler Semeste...