Sunday 28 June 2015
On 19:35 by Dr. SUKRIS SUTIYATNO, MM., M.Hum 1 comment
PENGARUH FAKTOR
GEOGRAFIS DALAM KONDISI BAHASA
Sukris Sutiyatno
STMIK Bina Patria
Magelang
Jln. R. Saleh. No.
02Magelang telp. 0293-362993
Email: sukris65@yahoo.com
A.Dialektologi dan Geografi
Sebagai disiplin ilmu yang mengkaji
perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang berkaitan dengan geografis, yang salah
satu aspek kajiannya adalah pemetaan perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang
terdapat di antara daerah-daerah pengamatan dalam penelitian, maka dialektologi
dalam kajiannya membutuhkan pengetahuan yang berkaitan dengan bidang ilmu
geografi (Mahsun, 1995:20).
Namun perlu ditekankan di sini bahwa
fungsi pemetaan adalah sebagi alat memvisualisasikan letak geografis yang
menjadi tempat digunakan suatu bentuk bahasa tertentu. Dilihat dari fungsi
pemetaan dalam pengertian di atas, mungkin dapat dikatakan bahwa hal-hal yang
berkaitan dengan bidang ilmu geografi tidak terlalu penting dalam kajian dialektologi, karena kita dapat saja
menyebutkan suatu bentuk penggunaan unsur-unsur kebahasaan tertentu, yang
berbeda dengan unsur-unsur kebahasaan yang lainnya dalam menyatakan hal yang sama,
yang digunakan pada daerah pengamatan tertentu dengan menyebut nama yang
diberikan pada daerah satuan pengamatan, seperti desa A, B, C dan lain-lain
atau dusun A, B, C dan lain-lain sesuai dengan tingkat (secara administratif)
satuan daerah pengamatannya : desa, dusun, dan lain-lain; dengan tanpa merujuk
posisi daerah di dalam peta. Namun dengan penyebutan bahwa suatu bentuk bahasa
tertentu digunakn pada daerah pengamatan tertentu y6ang berbeda dengan daerah
pengamatan lainnya, padahal untuk menyatakan
makna yang sama jelas-jelas mengacu kepada dimensi geografis. Oleh
karena itu, kirannya di sinilah letak hubungan yang erat antarakajian
dialektologi dengan bidang ilmu geografi.
Sesuai dengan objek kajiannya yang
berupa perbedaan unsur-unsur kebahasaan karena factor spasial (geografis), maka
peta bahasa dalam dialektologi, khususnya dialek geografis memiliki peran yang
cukup penting. Peran itu berkaitan dengan upaya memvisualisasikan data lapangan
ke dalam bentuk peta, agar data itu tergambar dalam perspektif yang bersifat
geografis serta memvisualisasikan pernyatan-pernyataan umum yang dihasilkan
berdasarkan distribusi geografis perbedaan-perbedaan (unsur kebahasaan) yang
lebih dominan dari wilayah ke wilayah yang dipetakan.
Perlu ditekankan di sini, peran peta
sebagai alat visualisasi dimaksudkan bahwa denagn peta itu dapat diamati secara
kasat mata distribusi geografis mengenai hal-hal yang menjadi isi peta peragan
dan peta penafsiran.
B. Dialektologi Dan
Sosiolinguistik
Kedua
disiplin ilmu ini sama-sama merupakan cabang dari linguistik yang mempelajari
perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang
terdapat dalam satu bahasa. Hanya saja bedannya, dialektologi mempelajari
pebedaan unsur-unsur kebahasaan yang terdapat dalam satu bahasa yang disebabkan
factor geografis, sedangkan sosiolinguistik mempelajari pebedaan unsur-unsur
kebahasaan yang disebabkan factor social (Mahsun, 1995:18).
Meskipun memiliki perbedaan, namun
tidak menutup kemungkinan bagi pemanfaatan studi linguistik dalm kajian
dialektologi seperti dalam studi pengaruh antar dialek. Mengapa dialek atau
subdialek tertentu lebih besar sedangkan yang lain lebih kecil pengaruhnya
terhadap dialek-dialek atau subdialek-subdialek lainnya ? untuk dapat menjawab
persoalan ini dapat dilakukan dengan mengkaji dari aspek sosiolinguistik yang
lebih besr atau lebih kecil pengaruhnya itu. Mungkin saja dialek atau subdialek
yang lbesar pengaruhnya merupakan dialek kota ,
dan dialek yang kurang (kecil) pengaruhnya itu merupakan dialek desa dll; dari aspek sosiolinguistik penutur-penuturnya
masing-masing memiliki status social yang berbeda. Yang pertama lebih tinggi
sedngkan yang kedua lebih rendah statusnya.
Dalam kasus lain, dapat dikemukakan
bahwa perbedaan geografis dapat diterangkan dengan dasar pebedaan
sosiolinguistik, sehubungan dengan ini akan dikemukakan peta makna ‘ayah’ dan
‘kakek’, yang dikutip dari hasil penelitian Grijns (1991:196-197) pada bahasa
melayu betawi. Berdasarkan penelitian Grijns tersebut untuk beberapa desa di
sawangan dalam merealisasikan makna ‘ayah’ digunakn dua bentuk, yaitu kai dan bapaq. Bentu kai (patut dicatat
bentuk ini beralternasi dengan; kaki, aki
dan kakeq), juga digunakan pada beberapa daerah pengamatan di Ciputat,
namun dengan pengertian ‘kakek’. Muncul persoalan mengapa pada dua wilayah
pakai terdapat dua penggunaan satu
bentuk yang sama dengan makna yang berbeda, yaitu di sawangan berarti ‘ayah’
sedangkan di ciputat berarti ‘kakek’. Persoalan lain yang muncul, apakh bentuk
kai itu bermakna awal sebagai ‘ayah’ atau ‘kakek ? pebedaan yang bersifat
dialectal di atas tampaknya harus dicoba dijelaskan berdasarkan perbedaan yang
bersifat sosiolinguistis.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Budhisantoso
(1977) bahwa di Cibuaya (juga di daerah Melayu-Jakarta) seorang Ayah atau
Ibu secara teknonimis dipanggil menurut
anak sulung mereka. Jadi misalnya sianak itu
bernama Karo (nama perempuan) maka si ayah akan dipanggil bapak karo atau cukup karo saja. Apabila siayah sudah kaki;
berusia lanjut, muncul kecenderungan untuk mengganti sebutan bapaq menjadi kaki karo. Dalam kasus ini, dapat memunculkan dua bentuk untuk
menyebut makna ‘ayah’, yaitu bapaq dan
kaki. Namun kedua bentuk itu tidaklah pesis sama maknanya, tetapi memiliki
oposisi yang bersifat sosioliguistis satu sama lain. Maksudnya bentuk kaki
digunakan untuk menyebut ‘ayah’ (+senior dan + terhormat) dan bapaq untuk untuk
makna ‘ayah ‘ (- senior dan – terhormat), disamping juga terdapat bentuk kaki
untuk sebutan kekerabatan yang bermakna ‘kakek’.
Contoh lain adannya pengaruh
geografis terhadap dialektologi seperti dinyatakan oleh Janet Holmes (1992:135)
sebagai berikut “ There are vocabulary differences in the varieties spoken in
different region. Australian talk of
‘sole parents’, for example, while people in England use the term ‘lone parents
and New Zealanders call them ‘solo parents’. While the word ‘togs’ refers to
very different types of clothes in different palaces. In New Zealand ‘togs’ are
what you swim in. In Britain you might wear themto a formal dinner”.
Pengaruh
geografis juga dapat dilihat dari pepindahan penduduk yang menyebabkan
timbulnya dialek dan bahasa baru. Perpisahan dalam hal tempat pemukiman
berakibat putusnya hubungan yang kemudian berakibat pada hilangnya kontrol
bahasa standar dan timbulnya dialek. Sebetulnya, perpisahan itu juga dapat
timbul dengan cara lain. Di dalam ilmu linguistik, hal itu diberi nama dialek
kelas sosial.
Jadi ada dialek geografis (yang
dilatarbelakangi oleh perpisahan geografis) dan juga ada kelas sosial (yang
dilatarbelakangi oleh perpisahan kelompok masyarakat karena kelas sosial yang
berbeda). Perpisahan yang menyebabkan timbulnya dialek kelas bukanlah
perpisahan yang sifatnya total karena adanya rintangan alam seperti gunung atau
sungai, melainkan perpisahan yang sifatnya kurang total (Soepomo, 2001:63),
lebih lanjut Soepomo menyatakan ada variasi bahasa yang menyerupai dialek
geografi yang terjadinnya melalui cara yang sedikit lain. Kalau dialek geografi
disebabkan oleh pepindahan penduduk sedangkan pidgin disebabkan oleh pertemuan
sebagian dari penduduk dengan penduduk bangsa lain di tempat yang terpisah jauh
dari pusat pemukiman asalnya. Karena kepentingan perdagangan atau perusahaan
perkebunan atau bahkan penjajahan, maka sering terjadi suatu bangsa harus
berhubungan dengan beberapa bangsa lain. Perhubungan antar bangsa ini
menghasilkan bahasa gado-gado, dalam arti bahasa campuran antara bahasa bangsa
yang satu dengan lain-lainnya. Unsur-unsurnya serba tercampur, kata-kata yang
terpakai ada campuran dari dua atau tiga bahasa dari bangsa yang bertemu itu.
Bunyi dan aturan tata bahasa yang terpakai juga terdidri dari campuran bunyi
yang ada dalam bahasa-bahasa yang bertemu itu, atau sering merupakan
penyederhanaan dari aturan tata bahasa dari bahasa yang dominan.
Kalau identitas seoramg individu
ditandai oleh ideolek, maka identitas kelompok anggota masyarakat tertentu
ditandai dengan dialek. Dalam masyarakat bilingual atau multilingual, kelompok
itu bahkan ditandai oleh bahasa. Kalau kita menghadapi seorang kulit putih yang
berbahasa Inggris, seringkali kita bertanya-tanya apakah ia itu orang Inggris,
Australia, Amerika, Canada atau New Zealand. Jawab dari rasa ingin tahu itu
tentunya daptlah didapatkan secara langsungmelalui bertanya kepada si orang
itu. Tetapi bagi orang yang sudah mengetahui beda antara dialek British,
Amerika, Australia dll, tak perlulah ia bertanya secara langsung. Ia akan dapat
menebak dari mana orang itu hanya dari mendengar dialek bicaranya. Sesudah
orang itu membuka percakapan, maka akan ketahuanlah asalnya. Kalau kita
menghadapi orang Indonesia dan ingin tahu dari mana asal orang Indonesia itu,
kita juga dapat menerkanya dari cara bicaranya. Di Indonesia ada banyak dialek.
Bahasa Indonesianya orang Bali, orang Sunda, orang Madura, orang Jawa, orang
Minangkabau dsb.
Bahasa atau dialek memang dapat
dipakai sebagai tanda dri mana orang berasal. Segi apanyakah yang dapat dipakai
sebagai tanda itu ? Segi cara mengucapkan bunyi-bunyi konsonan atau vokal atau
intonasi kalimatnya. Mungkin juga perbedaan dalam bentuk kata serta istilah
yang dipakai. Ada juga perbedaan dalam idiom atau ungkapan-ungkapan tertentu.
Atau perbedaan dalam strategi bercakap secara keseluruhan.
C. Perbedaan
Bahasa Dengan Dialek
Dalam paparan di atas dialektologi
mempelajari dialek-dialek, dan pengertian dialek di sini adalah bahasa
sekelompok masyarakat yang tinggal disuatu daerah tertentu. Perbedaan dialek di
dalam suatu bahasa ditentukan oleh letak geografis atau region kelompok
pemakainya. Karena itu dialek itu disebut dialek geografis atau dialek
regional. Batas-batas alam seperti sungai, gunung, laut, hutan dan semacamnya
membatasi dialek yang satu dengan dialek lain.
Ragam bahasa dialek regional dapat
dibedakan secara cukup jelas dengan dialek regional yang lain. Batas perbedaan itu bertepatan
dengan batas-batas alam seperti laut, sungai, gunung, jalan raya, hutan dan
sebagainya. Atau mungkin batas itu ditentukan berdasarkan ketentuan politik
atau administrasi pemeintahan. Secara linguistik dapat dikatakan, jika dua
dialek regional berdampingan, didekat perbatasan itu bisa jadi kedua unsur
dialek itu akan ‘bercampur’. Semakin jauh dari batas itu, perbedaan itu semakin
besar sekurang-kurangnya hal itu benar pada beberapa situasi. Misalnya di
Wilayah Denpasar dan sekitarnya, yang secara geografis terletak di antara wilayah
Gianyar-Klungkung dan Tabanan, sering terdengar lafal fonem yang berkisar
antara bunyi /i/ dan / a/ itu.
Barangkali jarak geografis inilah salah satu factor yang menyebabkan
terpecahnya suatu bahasa menjadi sekian banyak bahasa. Setidaknya batas alam
itu makin mengokohkan status bahasa yang tadinya mungkin hanya berupa dialek
saja. Ini mungkin terjadi pada apa yang sekarang kita sebut bahasa Indonesia,
bahasa Sunda, bahasa Jawa, bahasa Bali, bahasa Madura.
Karena paham dialek di sini adalah
bagian dari suatu bahasa, timbul faham lanjutan yang mengatakan, pemakai suatu
dialek bisa mengerti dialek lain. Dengan kata lain cirri penting suatu dialek
ialah adanya kesalingmengertian (mutual intelligible). Misalnya sebuah bahasa A
mempunyai dialek A1 dan A2. Untuk dapat dikatakan dialek, pemakai A1 harus
mengerti jika pemakai A2 menggunakan A2, begitu pula sebaliknya. Jika anda dari
Tabanan (Bali) berbicara dalam bahasa
Bali model Tabanan, terhadap teman anda dari singaraja yang memakai
bahasa Bali model Singaraja, sementara anda dan teman anda saling mengerti dan
memahami, bisa dikatakan, bahasa yang dipakai ‘dialek’ dari bahasa ‘Bali’. Jika
demikian andaikata ada sekelompok individu tinggal diwilayah Q dengan bahasa L
dan mereka tidak saling mengerti (mutual unintelligible) akan bahasa yang
digunakan oleh kelompok lain, K dan L masing-masing adalah bahasa yang berdiri
sendiri ( Sumarsono dan Paina, 2004:22).
Masalah yang timbul sekarang, dengan
adanya keadaan berikut ; Apa yang disebut oleh orang awam dialek tertentu
ternyata tidak dipahami oleh pemakai dialek yang lain. Misalnya masyarakat Jawa
umumnya mengaku bahwa bahasanya, Jawa, terdiri dari beberapa dialek, antara
lain dialek Bagelan ( di daerah Jawa Tengah bagian selatan), dialek Solo-Yogya,
dialek Jawa Timur (Surabaya, Malang, Mojokerto, Pasuruan), dialek osing
(Banyuwangi). Tetapi sebagian masyarakat dialek osing tidak mengerti dialek
Bagelan, begitu pula sebaliknya. Karena tidak ada unsur “saling mengerti’ ini, apakah variasi bahasa yang berdialek Bagelan
dan yang berdialek Bagelan Osing masih
boleh disebut dua dialek dari satu bahasa ? hal yang sama kita jumpai pada
bahasa Bali yang mengakui adanya dialek
Buleleng (Singaraja), dialek Tabanan, dialek Tenganan, bahkan konon
mereka juga tidak mengerti dialek Sembiran (sekitar 25 km dari singaraja, arah
ke timur yang masih sekabupaten dengan dialek Buleleng).
Sebaliknya ada keadaan : dua
kelompok masyarakat yang berbeda bahasa ternyat bisa saling mengerti meskipun
mereka menggunakan bahasa sendiri-sendiri. Contoh yang dapat diambil adalah
keadaan di perbatasan negeri Belanda dan Jerman. Jika orang Belanda berhubungan
dengan ‘tetangga’, yang bersuku bangsa Jerman, dan berbahasa Jerman, dan orang
Belanda berbahasa Belanda mereka dapat saling mengetahui. Dalam menyambut
pembicaraan orang Belanda, orang Jerman menggunakan bahasa Jerman, dan orang
Belanda pun mengerti. Hal yang sama terjadi di pantai utara Jawa Timur
(Pasuruan, Probolingga, Besuki dan Bondowoso) tempat orang Jawa menggunakan
bahasa Jawa dan orang Madura menggunakan bahasa Madura, dan mereka saling
mengerti, begitu pula di Gilimanuk antara orang Bali dengan orang Jawa, di
Indramayu antara orang Jawa dengan orang Sunda.
Ciri yang cukup masuk akal adalah
ciri sejarah, dalam arti apakah X dan Y itu dua dialek atau dua bahasa, sedikit
banyak tergantung pada hubungan sejarah keduanya. Sejarah menentukan X adalah
bahasa jerman dan Y adalah bahasaBelanda. Di tempat lain X adalah ‘dialek’
Buleleng dan Y adalah ‘dialek’ Sembiran. Dalam halini tampak juga cirri
kesetiaan akan adanya hubungan antara dua dialek atau antara sebuah dialek
dengan ‘induknya’. Di Jawa Barat yang mayoritas penutur berbahasa Sunda, ada
sekelompok
masyarakat Jawa
di Banten yang bahasannya disebut dialek Jawa Banten, bukan bahasa Banten.
Perjalanan sejarah tidak menghilangkan ‘kesetiaan’ akan induk bahasannya yang
ada di Jawa Tengah, sebaliknya, dialek-dialek lain di Jawa Tengah dan di Jawa
timur juga mempunyai kesetiaan bahwa yang di Banten adalah ‘keluarga’ nya.
Begitu pula, misalnya orang tetap menamakan bahasa Indonesia dialek Jakarta,
bukan bahasa Jakarta, karena ada kesetiaan akan nama induk bahasanya, yaitu
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Grijns, 1991,
Kajian Bahasa Melayu Betawi, Pustaka Utama Jakarta
Janet Holmes,
1992, An Introduction to
Sociolinguistics, Longman London New York
Mahsun, 1995,
Dialektologi Diakronis, Gadjah Mada University Press
Soepomo P, 2001,
Filsafat Bahasa, Muhammadiyah University Press Surakarta
Soemarsono dan
Paina,2004, Sosiolinguistik, Sabda Yogyakarta
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Search
Popular Posts
-
PENGARUH FAKTOR GEOGRAFIS DALAM KONDISI BAHASA Sukris Sutiyatno STMIK Bina Patria Magelang Jln. R. Saleh. No. 02Magelang telp. 0293-3...
-
Dr. SUKRIS SUTIYATNO, MM., M.Hum
-
PENTINGNYA PENDIDIKAN KEJURUAN BERORIENTASI PASAR TENAGA KERJA Sukris Sutiyatno Sukris65@yahoo.com (Dosen STMIK Bina Patria Magelan...
-
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL Sukris Sutiyatno Di sampaikan dalam Kegiatan: Pengabdian pada Masyarakat CONTEXTUAL TEACHING LEARNING :...
-
PERAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN Sukris Sutiyatno STMIK Bina Patria Magela...
-
DETERMINING MERIT AND WORTH OF EVALUATION (FORMATIVE AND SUMATIVE CONTEXT) Sukris Sutiyatno Sukris65@yahoo.com (Dosen STMIK Bina Pa...
-
Manajemen Kepuasan Siswa Sukris65@yahoo.com STMIK Bina Patria Magelang A. Kualitas sebagai Ujung Tombak Kepuasan Siswa Bagi...
-
Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta (PPs UNY), Kamis (30/10/2014), kembali mengadakan ujian terbuka disertasi bagi Sukr...
-
REKONSTRUKSI PENDIDIKAN KEJURUAN PENDIDIKAN KEJURUAN BERORIENTASI PASAR Sukris Sutiyatno Sukris65@yahoo.com (Dosen STMIK Bina Patri...
-
PENGUMUMAN Diberitahukan kepada seluruh Civitas Academica STMIK Bina Patria Magelang khususnya Kelas Teknik Informatika Reguler Semeste...
New Baccarat in Las Vegas | Play Online at FBCasino
ReplyDeleteNew Baccarat Online is the one and 바카라 사이트 only game 샌즈카지노 that can take you a close, honest and fun gambling 바카라 experience. Players can choose from a range of games such